Asiyah putri Muzahim, siapa yang tidak kenal dengannya? Asiyah merupakan satu dari empat wanita suci yang telah dijanjikan surga oleh Allah SWT. Beberapa buku telah mengangkat kisahnya untuk kembali diceritakan, di antaranya adalah 14 Wanita Mulia dalam Sejarah Islam, dan novel Asiyah, Sang Mawar Gurun Firaun yang dikarang oleh penulis Turki, Sibel Eraslan.
Namun seiring kebanggaan terhadap dirinya yang semakin bertambah, Firaun pun menobati dirinya sebagai Tuhan yang patut disembah oleh masyarakat Mesir.
Asiyah, wanita yang tak silau dengan kegemilangan harta
Harta seringkali menjadi titik kelemahan seseorang. Demi harta, seseorang rela melakukan apapun, bahkan mengorbankan nyawa dan harga dirinya. Berapa banyak kasus seseorang yang rela menjual dirinya untuk mendapatkan harta? Berapa banyak kisah seseorang yang bekerja siang malam demi memenuhi tuntutan hidupnya?
Kita ibarat budak harta yang terus diiming-imingi untuk mengumpulkannya. Semakin banyak harta, semakin bahagia, begitulah kata banyak orang.
Namun bagaimana dengan Asiyah? Dengan kekuasaannya sebagai Ratu, Asiyah tidak dapat disangkal ia memiliki kewenangan penuh terhadap harta Firaun. Bahkan tanpa diminta, pelayan-pelayan Firaun akan langsung memenuhi keinginan Asiyah. Namun, berbalikkah keimanan Asiyah karena harta Firaun? Tidak.
Asiyah tetap dalam pendiriannya. Ia tidak peduli dengan seberapa besar kekuasaan Firaun maupun harta yang dimilikinya. Ia tidak peduli walaupun harta tersebut tersaji di depan matanya, keyakinan Asiyah terhadap Allah SWT tetaplah sama. Asiyah berani melakukan yang benar, bahkan dengan risiko kematian di tangan Firaun.
Lalu bagaimana dengan kita? Mampukah kita tidak silau dengan dunia dan melakukan hal yang benar seperti dicontohkan oleh Asiyah?
Bukankah masih banyak di antara kita yang belum bisa melakukannya. Contohnya saja di bulan Ramadhan ini, ketika ada ajakan buka puasa bersama, kita lebih suka menuruti permintaan teman-teman untuk berkumpul sampai malam demi berbagi cerita. Kalimat "momen setahun sekali" seringkali menjadi alasan untuk kita bertahan lebih lama, sehingga meninggalkan ibadah seperti sholat tarawih berjamaah dan tadarus Al-Qur'an.
Begitupun jika kita melihat diskon menjelang lebaran, kita rela mengantre berjam-jam untuk mendapatkannya, sehingga mengesampingkan berbagai kewajiban ibadah di bulan Ramadhan.
Sudah saatnya kita berani berkata tidak untuk hal yang sia-sia. Apalagi di bulan Ramadhan saat amal kebaikan dilipatgandakan menjadi 70 kali lipat. Kita harus dapat meniru keteguhan hati Asiyah untuk melakukan yang benar dan tidak tersentuh dengan gemilaunya harta dan dunia.
Asiyah, wanita yang lembut hatinya
Asiyah memiliki hati yang sangat lembut. Karena kuasa Allah ia tidak memiliki keturunan, maka ketika ia melihat keranjang bayi melintas di sungai Nil, Asiyah langsung ingin merawatnya sebagai anak.
Bahkan kelembutan Asiyah bisa melunakkan hati Firaun untuk tidak membunuh anak laki-laki yang ditemukan itu, walau pada tahun itu merupakan tahun kematian dimana bayi laki-laki yang baru lahir harus segera dibunuh.
Asiyah dengan tulus hati merawat anak tersebut yang kelak menjadi seorang Nabi. Ia bahkan sangat menyayangi anak itu walau bukan berasal dari darah dagingnya sendiri.
Pelajaran ini tentu perlu kita ambil bahwa tidak semua dari kita tentu dapat memiliki keturunan. Jika telah dapat, maka wajib bagi kita untuk menyayangi mereka setulus hati, seperti yang dilakukan Asiyah.
Asiyah, wanita yang tidak gentar menghadapi siksaan Firaun
Ketika keimanannya diketahui, Asiyah tidak gentar sedikitpun. Asiyah ikhlas tangan dan kakinya diikat, dijemur dalam panas padang pasir hingga nyawanya terenggut. Bahkan Asiyah berdoa kepada Allah SWT yang diabadikan dalam Al-Qur'an surat At-Tahrim ayat 11,
"Ya Tuhanku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga dan selamatkanlah aku dari Fir'aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim." (Q.S. At-Tahrim ayat 11)
Asiyah adalah sosok yang berani mengemukakan keimanannya, walau nyawanya terancam. Sudah sepantasnya kita meniru perilakunya, yakni rela mengatakan hal yang benar dan melawan kezhaliman.
Salam,
Tutut Setyorinie, 27 Mei 2019.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H