Mohon tunggu...
Tutut Setyorinie
Tutut Setyorinie Mohon Tunggu... Lainnya - Pegiat Lingkungan

Sedang belajar mengompos, yuk bareng!

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Saatnya "Puasa Jari", Agar Tak Banyak Manusia Sakit Hati di Bulan Suci

17 Mei 2019   15:40 Diperbarui: 17 Mei 2019   15:41 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi media sosial | sumber: https://www.dream.co.id

Di zaman serba gadget ini, sosial media sudah menjadi tulang sum-sum yang sulit dipisahkan dari kehidupan masyarakat. Sehari tanpa sosial media, ibarat sehari tanpa cahaya dan makanan. Hal ini dikarenakan sosial media dipenuhi dengan kegermelapan dan juga asupan informasi bagi para pencari fakta dan hiburan.

Ketika sedang acara kumpul bersama, tidak jarang dari kita justru lebih sibuk dengan sosial media dibanding teman-teman di sekitar. Bahkan tidak jarang juga kalau tujuan utama dari perkumpulan tersebut adalah untuk mengambil foto supaya bisa diposting di sosial media. 

Interaksi di dunia nyata sudah terganti dengan interaksi maya. Beberapa dari kita mungkin sudah bingung bagaimana cara memulai bicara, cara bercerita panjang lebar, atau cara mencari topik, karena yang sering kita gunakan adalah interaksi tidak langsung melalui ketikan.

Maka, jika dulu sering terdengar istilah "mulutmu harimaumu",
kini telah berganti menjadi "jarimu harimaumu."

Ya, istilah "jari" sekarang ini, memang seperti harimau yang dapat mengaum. Jika dulu, ucapan dari mulut yang sering kali menyakitkan, kini jari-lah yang bertanggungjawab atas segala ucapan dan tindak-tanduk kita.

Stop Jadi One Click Killer

One Click Killer adalah istilah yang banyak digaungkan untuk berhati-hati ketika bermedia sosial. Bila diterjemahkan ke bahasa ibu, one click killer dapat diartikan sebagai pembunuh dengan satu klik. 

Dalam bermedia sosial, satu klik kita ibarat peluru yang mampu beranak pinak menjadi ratusan peluru, dan akhirnya "membunuh" banyak orang. Hal ini tentu saja terjadi ketika kita menyebarkan berita hoaks.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) daring, hoaks diartikan sebagai berita bohong. Penyebaran hoaks sangat masif terjadi di media sosial. Banyak dari kita yang enggan untuk mengecek dulu ketika mendapat suatu berita, melainkan langsung memercayainya. Bayangkan jika hoaks itu kita sebarkan, dan disebarkan lagi oleh si penerima, berapa banyak peluru yang kita hasilkan untuk "membunuh" orang?

Belum lagi, sifat kita yang sering termakan ucapan orang. Ada yang salah sedikit, langsung dikritik. Ada yang berbeda, langsung dikomentari. Maka dari itu, ungkapan "Netizen Maha Benar" rasanya tidak berlebihan untuk menggambarkan perilaku kita yang sering menjadi hakim terhadap sesuatu.

Lalu bagaimana cara kita agar terhindar menjadi one click killer ini?

1. Jangan Mudah Terpancing Emosi

Emosi yang kuat akan membawa kita menjadi manusia yang tidak sabaran. Pada akhirnya kita langsung menyebarkan sebuah berita, tanpa pikir panjang.

Seperti misalnya, kita menemukan berita bahwa Produk "X" ternyata mengandung senyawa yang tidak baik bagi tubuh. Di bawah berita itu ada tanda tangan seorang dokter serta penelitian yang tengah ia jalankan. Karena sudah terbakar emosi, kita langsung menyebarkan berita itu, tanpa kita cek lagi kebenarannya. Kita tidak tahu, apakah yang membuat berita itu rival produk "X" atau benar-benar seorang dokter yang tengah melakukan penelitian.

Jika berita itu ternyata berasal dari rival produk "X" yang memang berniat menjatuhkan, maka kita sudah termakan umpan sekaligus mematikan bisnis produk "X". Kita tidak tahu berapa banyak karyawan yang dimiliki PT "X", dan jika penjualannya terus menurun, berapa banyak orang yang terancam kehilangan pekerjaannya. Lalu berapa banyak beban yang harus mereka tanggung, sedangkan anak-anak mereka tetap harus diberi sandang, pangan, dan papan.

Kita tidak tahu, dan tidak pernah tahu. Karena yang kita tahu hanyalah sebar dan sebar. Maka dari itu, penting untuk mengontrol emosi dan mengecek kebenaran sebelum menyebarkan berita di media sosial.

2. Tanyakan pada diri sendiri

Mungkin belum banyak yang menyadari, bahwa kita sebenarnya memiliki sebutir permata yang sering disebut orang sebagai hati nurani. Hati inilah yang akan menjawab pertanyaan-pertanyaan kita dengan penuh kejujuran.

Saya teringat kasus Audrey, dimana pelaku penganiaya yang memposting boomerang di media sosial menjadi bahan hujatan di media sosial. Tidak banyak dari para warganet yang menggunakan kata-kata kasar, atau bahkan umpatan yang menurut saya cukup menyakitkan.

Lalu, pernahkah kita untuk bertanya pada diri sendiri, apakah kata-kata kita akan menyinggung perasaannya? Apakah ia akan terluka? Bagaimana dengan orang tuanya? Apakah ia akan malu mempunyai anak seperti dia? Bagaimana jika kita yang mendapat kata-kata tersebut? Apakah kita akan menangis dan kecewa? 

Dan ketika kasus Audrey terbalik, hastagh #AudreyJugaBersalah digaungkan, semua orang mendadak sadar bahwa apa yang mereka lontarkan kepada para pelaku sudah cukup keterlaluan. Bahkan beberapa dari mereka justru menyerang Audrey balik, dengan mengatakan "the little Saraumpet".

Dengan bertanya pada diri sendiri, maka kita akan terhindar dari hal-hal yang akan kita sesalkan kemudian. Jadi, jangan lupa dengarkan hatimu ya.

3.  Cek dulu atau tidak menyebarkan

Cek n Ricek adalah hal terpenting ketika kita mendapat suatu berita. Pengecekan ini bisa kita lakukan di berbagai media, kita bisa mencari di google, atau menanyakan langsung kepada ahlinya.

Dilansir dari liputan6.com, kita dapat melakukan dua langkah praktis untuk mengecek kebenaran suatu berita. Pertama, kita harus memverifikasi sumber berita dengan melakukan pencarian berita di google dengan tema yang sama. Jika itu memang hoaks, maka biasanya terdapat pembahasan tentang berita tersebut.

Kedua, cek gambar melalui google images. Kita bisa langsung men-drag foto di artikel yang kita dapatkan di mesin pencarian images google. Di sana kita bisa lihat, siapa yang menyebarkan gambar itu pertama kali dan apa isi beritanya. Benarkah berita yang kita dapatkan sesuai dengan berita tersebut. Atau, berita yang kita dapat, hanya meminjam gambar tersebut lalu membuat berita yang tidak benar.

Maka dari itu penting bagi kita untuk melakukan kontrol ini sebelum mempercayai apalagi sampai menyebarkan sebuah berita yang belum jelas kebenarannya. Allah Subhanahu Wata'ala sendiri sudah memperingatkan kita untuk tidak langsung menyebarkan berita yang kita dapat. Perintah ini termaktub dalam surat Al-Hujurat ayat 6,

"Wahai orang-orang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu." (Q.S Al-Hujurat: 6)

Sebarkan kebaikan

Bulan Ramadhan adalah bulan di mana setiap orang berlomba-lomba dalam kebaikan. Maka tidak ada salahnya, untuk kita gunakan kebiasaan bermedia sosial kita untuk menyebarkan kebaikan.

Kita bisa membagikan ayat-ayat Al-Quran untuk menambah keimanan. Kita bisa memberikan semangat untuk orang-orang yang sedang berusaha mengkhatamkan Al-Qur'annya. Kita juga bisa membagikan acara santunan dan buka bersama untuk para yatim dan anak-anak kurang mampu lainnya. 

Dengan berbuat seperti ini, kita sudah turut menggerakan hati seseorang untuk berbuat kebaikan. Jiwa kita akan tenang sekaligus damai karena telah secara tidak langsung berbuat kebaikan, seperti sabda Rasulullah Sholallohu 'Alaihi Wassalam,

"Barang siapa menunjukan (manusia) kebaikan, maka ia memperoleh pahala seperti pahala orang yang melakukannya" (HR. Muslim no. 1893).

Bukankah dunia ini menjadi damai dengan kebaikan? Jadi, yuk "puasa jari", agar tak banyak manusia sakit hati di bulan Suci.

Salam,

Tutut Setyorinie, 17 Mei 2019.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun