Mohon tunggu...
Tutut Setyorinie
Tutut Setyorinie Mohon Tunggu... Lainnya - Pegiat Lingkungan

Warga Bekasi. Bermukim dekat TPST Bantar Gebang. Sedang belajar mengurangi sampah dengan 𝒎𝒆𝒏𝒈𝒐𝒎𝒑𝒐𝒔 dan 𝒅𝒊𝒆𝒕 𝒑𝒍𝒂𝒔𝒕𝒊𝒌. Yuk, bareng!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

"Quarter Life Crisis", Kegalauan di Usia Pra-Dewasa

14 April 2019   10:41 Diperbarui: 14 April 2019   12:33 1092
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: https://onlinegoing.com

Quarter Life Crisis mungkin istilah yang asing bagi sebagian orang, namun tidak bagi sebagiannya lagi. Saya sendiri baru mulai mengenal istilah ini di usia 20-an. Lantas apa sih maksud kalimat tersebut?

Bila diterjemahkan ke bahasa ibu, quarter life crisis memiliki arti krisis di usia seperempat hidup alias usia sekitar 20 hingga menjelang 30 tahun. Dengan rentang usia ini, quarter life crisis dimulai saat menjelang masa akhir kuliah, di mana kita mulai memikirkan karir, cinta, dan kehidupan selanjutnya yang tampak begitu asing. 

Bagaimana tidak? Selama ini, pikiran kita hanya berkutat pada bagaimana cara menghadapi dosen killer nudzubillah, bagaimana menyelesaikan tugas yang tenggatnya tersisa dua jam, atau bagaimana cara menghemat uang untuk bisa makan enak di akhir pekan. Namun, sekarang pikiran kita harus menjangkau hal-hal seperti,

"Mau jadi apa saya sebenarnya?" atau

"Apa yang saya inginkan dalam hidup?"

Pertanyaan-pertanyaan yang hakikatnya sederhana itu menjadi hal yang rumit bagi orang-orang yang tengah menginjak masa pra-dewasa seperti saya. Akhirnya virus galau menyebar, bingung, putus asa, takut, karena sadar bahwa kita tidak pernah benar-benar memikirkan tentang hidup.

Sekalinya memikirkan, kita kembali terngiang akan cita-cita yang dulu pernah diidam-idamkan. Namun anehnya impian itu kini terdengar muluk. Karena kita tahu, sesuatu tidak bisa didapatkan semudah membalikkan telapak tangan.

Pada akhirnya kita hanya mengerjakan apa yang bisa kita jangkau. Bekerja di mana pun asal sesuai dengan kemampuan. Walau terkadang, kita juga berharap mendapatkan yang lebih baik, seperti: gaji yang lebih tinggi, posisi yang lebih bagus, jenjang karir yang lebih pasti. Because deep down in your heart, you know that you deserve better.

Di saat seperti ini, media sosial juga menjadi hal yang sangat menyebalkan. Setiap orang rasanya seperti berlomba untuk menunjukan kehidupan mereka yang menyenangkan: bekerja di tempat impian, menemukan tambatan hati, jalan-jalan ke luar negeri. Sementara kamu masih di sini, galau akan semesta yang sulit untuk bekerja sama.

Benturan antara impian dan realitas yang akhirnya membuat kita menjadi krisis, krisis identitas. Kehilangan kepercayaan, bingung, galau, merasa insecure terhadap masa depan. Jika kamu sudah merasakan semua ini, selamat datang di quarter life crisis. Selamat datang di masa peralihan menuju dewasa.

Walau terdengar menakutkan, sebenarnya quarter life crisis ini adalah hal yang wajar karena setiap orang pasti merasakannya. Lalu bagaimana cara praktis untuk melewatinya?

1. Percaya pada diri sendiri

ilustrasi: http://ciputrauceo.net
ilustrasi: http://ciputrauceo.net
"You know, you do need mentors. But in the end, your really just need to believe in your self." -Diana Ross

Ya, percaya diri sendiri adalah petuah lama yang rasanya sulit sekali untuk dilakukan. Bagaimana bisa percaya diri sendiri di saat kamu sedang mengalami krisis identitas? Ini ibarat mengisi air ke dalam gelas yang tertutup: mustahil. 

Meski demikian, percaya diri adalah satu-satunya cara yang paling ampuh untuk mengatasi quarter life crisis-mu. Percayalah bahwa kamu bisa melewati segala tahapan dalam hidupmu. Percayalah bahwa apa kamu tanyakan, semesta sedang memberikan jawabannya.

Coba lihat sekelilingmu. Lihat ayah dan ibumu yang berhasil melewati krisis itu hingga menjadi orang tua yang mampu membesarkan seorang anak. Lihat kakakmu yang sekarang sudah menjadi sosok yang lebih bijak. 

Kamu hanya perlu waktu. Hidup adalah tentang proses. Dan yang terpenting dari proses itu adalah kamu percaya pada dirimu sendiri.

2. Beri motivasi pada diri sendiri

ilustrasi: www.panduankerja.com
ilustrasi: www.panduankerja.com
Seringkali ketika kita jenuh, kita mencari kata-kata motivasi di internet. Tidak ada salahnya memang mencari hal tersebut. Beberapa orang memang perlu kata-kata motivasi untuk memboster semangatnya. Namun tahukah kita, bahwa motivasi terkuat adalah motivasi yang berasal dari diri kita sendiri.

Sekuat apapun motivasi yang diberikan seseorang, jika kita berkata tidak, maka kita pun tidak akan berhasil melewatinya. Begitu pun sebaliknya, jika orang-orang berkata tidak mungkin, tapi kita yakin bahwa itu mungkin, maka semesta akan membantu untuk mewujudkannya.

Karena kamu adalah motivator terbaik, terkuat, dan terampuh untuk dirimu sendiri.

3. Beri penghargaan pada diri sendiri

ilustrasi: https://onlinegoing.com
ilustrasi: https://onlinegoing.com
Memberi penghargaan pada orang lain mungkin sudah sering kita lakukan, tapi pernahkah kita memberi penghargaan pada diri sendiri? 

Kebanyakan dari kita justru lebih sering menyiksa diri sendiri. Tersiksa pada mereka yang lebih dulu sukses, mereka yang telah mendapat pekerjaan di tempat yang wah, mereka yang berhasil membangun bisnisnya dan mendapat omzet jutaan rupiah, mereka yang berhasil mendapat beasiswa untuk melanjutkan kuliahnya ke luar negeri. Sementara kita masih begini-begini saja, tidak kemana-mana.

Berhentilah membanding-bandingkan dirimu dengan orang lain. Lagi-lagi, hidup butuh proses. Beri penghargaan pada dirimu atas progress sekecil apapun yang telah berhasil kamu capai. Berterimakasihlah pada dirimu yang tidak berhenti berjuang, pada semangat yang terus membara, dan pada senyum yang tak pernah lenyap.

Sudah berapa banyak kasus tertekan pada diri sendiri yang berujung depresi? Bahkan beberapa waktu lalu, teman dekat saya juga mengalami hal yang sama sehingga harus berhenti kuliah untuk sementara. Kita tidak ditakdirkan menjadi orang lain, begitu juga orang lain tidak ditakdirkan untuk menjadi kita.

Satu-satunya yang mungkin kita lupa adalah tidak apa-apa untuk mengeluh, menyerah, atau takut. Karena kita adalah manusia, bukan malaikat. Bukankah bola harus dibanting ke tanah untuk melambung tinggi? 

It's okay to be worried, it's okay to feel insecure, but you're not alone in this situation. Let's get up and reach the future with a joy!

Someone who feel insecure,
14 April 2019

Sumber: 1, 2, 3

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun