Tidak terasa sepuluh hari pertama bulan Ramadhan telah terlewati. Undangan buka bersama pun telah datang silih berganti. Ada yang berasal dari teman SMP, teman SMA, teman kuliah, teman kelas, se-genk, organisasi, kepanitiaan, dan lain-lain. Bahkan dalam waktu satu minggu undangan buka bersama bisa berderet tiga sampai empat. Kalau sudah begini, siap-siap saja dompetmu mampat!
Dari sekian banyak buka bersama, yang paling berbeda bagi saya adalah tidak bersama keluarga. Hal ini terjadi semenjak saya memutuskan merantau untuk berkuliah di lain kota. Dulu, ketika waktu berbuka tiba, saya hanya membantu ibu menyiapkan makanan, lalu duduk di depan televisi hingga adzan berkumandang. Kini, tidak ada lagi ibu yang tengah memasak di dapur atau adik yang bisa disuruh untuk membelikan takjil, jadilah saya yang harus menyiapkan semuanya sendiri.
Siapkan hidangan berbuka sendiri
Sebagai anak kostan yang terkenal praktis dan tidak mau ribet, saya jadi terbiasa dengan 'membeli' hidangan berbuka. Selain malas untuk memasak, ibu kostan saya juga tidak nyaman dengan dapur yang sering dipakai. Alhasil capcussss ke warteg atau foodcourt!
Serunya berbuka dengan anak kostan adalah kamu bisa saling nitip jika sedang mager alias malas gerak. Sebenarnya ini kebiasaan buruk ya, Kompasianer. Namun sebagai manusia, tetap ada saatnya di mana kita merasa enggan untuk memindahkan badan, apalagi jalan ke luar untuk membeli makan.
Satu-satunya teman saya yang membawa motor biasanya akan menawari boncengan untuk menuju warung makan. Tidak jarang juga kita akhirnya cengtri a.k.a bonceng tiga. Untung saja jarak antara kostan dan warung makan tidak terlalu jauh, karena jujur saja saya masih punya urat malu, walaupun memang seru. Heu heu heu.
Bertukar cerita dan tarawih bersama
Selesai makan, biasanya kami kembali ke kamar masing-masing untuk shalat maghrib dan mengaji. Ketika adzan isya berkumandang barulah kami bersiap untuk menjalani shalat isya dan tarawih bersama di masjid terdekat. Selesai tarawih, kami membagi tugas untuk memasak nasi. Setelah itu, kami menjalani aktivitas masing-masing. Ada yang lanjut belajar, mencuci, atau justru langsung tidur (termasuk saya sendiri).
Saling membangunkan saat sahur
Satu hal lagi yang tidak boleh terlewatkan di bulan Ramadhan adalah momen sahur. Sewaktu masih di rumah, ketika sahur tiba, saya langsung dibangunkan orang tua untuk meyantap makanan yang sudah terhidang di atas meja. Yang perlu saya lakukan hanyalah cuci muka, cuci tangan, dan bergegas makan.
Kini, tidak ada yang bisa membangunkan waktu sahur dan menyiapkan makanan. Pertama sekali saya takut tidak terbangun sahur, karena saya termasuk orang yang sulit terbangun atau dibangunkan. Bahkan ibu saya harus mencolek beberapa kali hingga saya benar-benar terbangun. Untung saja teman-teman kostan saya mempunyai niat baik untuk saling membangunkan. Ya, inilah tradisi turun menurun sejak nenek moyang. Heheee.
Berkat mereka, saya tidak pernah tertinggal sahur. Walau terkadang mata berat untuk membuka karena bergadang untuk mengerjakan tugas, namun keharusan akan sahur membuatmu terbiasa. Bahkan sekarang saya sudah mempunyai alarm diri untuk bangun sekitaran jam 4 pagi. Wah, suatu kemajuan, bukan?
Menu sahur praktis ala anak kostan
Namun berhati-hati ketika membelinya makanan untuk sahur, pastikan bahwa lauk itu tidak basi atau berubah masam. Bagi kamu yang belum tahu makanan apa yang tidak akan basi sampai sahur, berikut beberapa tipsnya:
1. Tidak berkuah
Makanan berkuah sudah dipastikan basi jika disimpan sampai semalaman. Apalagi jika tidak disimpan dalam kulkas. Jadi bagi kamu yang hendak membeli makanan untuk sahur, jangan pilih yang berkuah ya.
2. Hindari sayur
Hindari membeli sayur atau pun tahu karena akan masam jika disimpan terlalu lama. Kalau kamu tetap ingin ada sayur sebagai menu sahur, sebaiknya beli sayuran mentah untuk kemudian dimasak. Pilih sayur yang tidak membutuhkan waktu lama untuk dimasak seperti bayam atau katuk. Kamu juga bisa menambahkan pelengkap seperti tauge, jagung atau kacang panjang.
3. Pilih makanan kering
Pilih makanan seperti kentang sambal yang digoreng kering, orek tempe, ikan goreng, ayam goreng, dan lain-lain. Untuk meminimalisir kemungkinan basi, simpan makananmu dalam kulkas, dan hangatkan ketika waktu sahur tiba.
Jadi, bagi kalian yang masih ragu untuk merantau, percayalah menjadi anak rantau membuat kalian mandiri dan disiplin terhadap waktu maupun dirimu sendiri. Terlepas dari orang tua bukanlah suatu petaka, justru ini adalah waktumu untuk tumbuh menjadi pribadi tangguh.
Stepping out of your comfort zone and trying new things is the best way to grow. -Unknown
Tutut Setyorinie, 27 Mei 2018.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H