"Pada suatu hari, lahirlah seorang gadis bernama Cindertakrella. Ia bukanlah seorang bangsawan ataupun milyarwan. Pantaslah rumahnya menjulang tidak lebih dari lima meter. Namun ia juga bukan seseorang yang mengharap iba di pinggir jalan. Faktanya, Cindertakrella masih mampu makan 3 kali sehari, dengan lauk pauk yang tidak terlalu jauh dari 4 sehat 5 sempurna, walau itu hanya terjadi setiap sepekan sekali."
Aku menyilangkan kedua kakiku. Jendela nako yang engselnya mulai kaku kubiarkan terbuka sedikit. Percayalah, hal itu bukan sangat bermanfaat untuk menyegarkan udara, tetapi juga bermanfaat untuk menyegarkan pikiran.
Hari ini, hari pertamaku menginjak usia dua puluh dan belum terbebas. Sejumlah orang mengatakan bahwa usia dua puluh adalah usia dimana lakukan apa yang ingin kamu lakukan. Namun nyatanya kini aku tengah terjebak dalam ruangan 3x2 meter dan melakukan apa yang seharusnya aku lakukan. Definisi itu mencakup mengerjakan tugas dari dosen, belajar untuk menghadapi kuis dadakan, dan mencuci pakaian kotor karena tak cukup pakaian bersih untuk hari esok.
Ingin sekali kublokir situs web yang menayangkan tulisan tentang hal-hal seru yang kamu dapatkan di usia dua puluh, pilihan hidup di usia dua puluh, atau bahkan sekelumit rumus cinta di usia dua puluh. Kalian tahu, itu tak lebih dari dongeng kekinian yang dibalut cantik dengan gambar-gambar menarik. Dan hal yang paling menyakitkan dari itu semua adalah ketika kalian memaksakan untuk membenarkan semuanya.
Bagiku, usia dua puluh, tak lebih ketika kehidupan terasa begitu nyata. Ya, senyata garis tangan yang tergambar di telapak dan sefaktual jerawat yang mulai muncul di permukaan wajah. Di usia ini juga aku mendapati dongeng masa kecil yang terlalu dibuat-buat, sehingga lebih pantas dikatakan khayalan daripada impian.
Maka dari itu, seperti yang telah kau baca dipermulaan cerita ini, aku telah membuat dongeng yang berjudul 'Cindertakrella'. Yaitu sebuah ringkasan perjalanan seorang gadis yang terlahir dengan kakak menyebalkan, adik yang sulit disuruh-suruh dan paling teraniaya di rumah. Jangan kau berharap mendapat kisah semanis coklat. Akan kubuat kisah itu sedemikian nyata hingga kau sendiri tak dapat membedakan antara tokoh rekaan itu dengan dirimu.
"Cindertakrella tak mempunyai wajah secantik model ternama, namun tak dapat juga kau samakan dengan selokan sawah. Ia telah lulus dari sekolah wajib 12 tahun dan kini tengah menjalankan perkuliahan di sekolah tinggi di lain kota. Cindertakrella memegang prinsip tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina. Maka dari itu, di hari dimana hujan turun sedikit sendu, ia pamit kepada orang tuanya untuk merantau jauh dari rumah."
"Cindertakrella tekun belajar dari pagi hingga malam hari. Tentu saja itu dilakukan ketika tengah menghadapi ujian tengah semester dan akhir semester. Ia juga memegang sebuah prinsip nikmati hidupmu selagi muda. Itu sebabnya ia menikmati hari-harinya dengan menonton serial TV kesukaan dan mencetak rekor game untuk mendapatkan hadiah berupa pulsa."
"Tak ada hal istimewa dalam hidupnya. Cindertakrella tidak pernah dibanggakan dan tidak pernah juga membanggakan. Hidup seperti air sungai saja: mengalir sampai jauh. Namun hari itu, kakinya tersandung batu dan ia baru merasa istimewa ketika seorang pria datang menolongnya."
"Jangan berharap wajah setampan pangeran, atau secerah rembulan. Pria itu tak lain adalah satpam kampusnya. Kini Cindertakrella mengerti mengapa satpam dengan tubuh bak tiang listrik itu selalu dibicarakan banyak orang. Dan mulai hari ini, Rabu pukul 17:50, Cindertakrella resmi mendaftarkan diri sebagai penggemar satpam berkulit sawo mentah itu."
"Cinta nyatanya tidak serumit yang orang-orang bilang. Bahkan tidak sedramatis sinetron yang bergentayangan di waktu malam. Hari itu dimana Cindertakrella tidak menemui sosok superheronya sepulang kuliah, ia memberanikan diri untuk menanyakan langsung kepada satpam lain yang tengah beraksi."