Mohon tunggu...
Tutut Setyorinie
Tutut Setyorinie Mohon Tunggu... Lainnya - Pegiat Lingkungan

Warga Bekasi. Bermukim dekat TPST Bantar Gebang. Sedang belajar mengurangi sampah dengan 𝒎𝒆𝒏𝒈𝒐𝒎𝒑𝒐𝒔 dan 𝒅𝒊𝒆𝒕 𝒑𝒍𝒂𝒔𝒕𝒊𝒌. Yuk, bareng!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Art4All: Mewarnai untuk Relaksasi

7 Agustus 2017   14:49 Diperbarui: 16 Agustus 2017   19:40 1364
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penat dengan deadline dan kerjaan yang menumpuk? Bosan dengan skripsi yang tak pernah lepas dari kata revisi? Atau suntuk dengan lalu lintas yang tak pernah lancar?

Berarti sudah saatnya kamu  membenahkan pikiranmu yang kusut supaya tidak bertambah ruwet dan berujung stress atau depresi. Kini banyak cara yang dikenal mampu untuk meredakan stress, seperti mendengarkan musik, berlibur, meditasi, dan yang tak kalah menarik ada terapi warna.

Dari salah satu sumber, terapi warna atau yang dikenal dengan kromoterapi sudah diterapkan sejak zaman Mesir kuno. Mereka membangun solarium, sejenis kamar, yang dipasangi dengan kaca jendela berwarna. Dari jendela itu, cahaya matahari yang dipercaya dapat memberi efek penyembuhan akan bersinar. Ibnu Sina atau yang di dunia barat dikenal dengan nama Avicenna juga mengembangkan grafik hubungan antara warna dengan suhu tubuh dengan kondisi fisik tubuh dalam kitab Al-Qanun fi At-Thibb ( The Canon of Medicine). Beliau merupakan dokter muslim pertama yang menerapkan terapi warna dalam pengobatannya.

Lantas bagaimana kita bisa menerapkan terapi warna untuk menghilangkan stress dan relaksasi?

Art4All, Art For Healing

Percaya atau tidak, mewarnai memang dapat mengurangi kadar stress yang kebanyakan dialami orang dewasa. Menggoreskan warna demi warna ke dalam gambar, sama seperti melepaskan beban demi beban yang mengusutkan benang-benang dalam pikiran kita. Mewarnai membuat kondisi psikis kita lebih tenang, santai dan nyaman. Hal ini telah dibuktikan dengan penelitian seorang psikolog Carl. G. Jung terkait penghilang stress tanpa obat depresan. Hasilnya mengatakan beberapa orang yang bersentuhan langsung dengan aktivitas mewarnai terlihat lebih tenang dan rileks, dibanding mereka yang menggunakan obat anti depresan. Wah, menarik bukan?

Namun melihat realitas pada masa kini, buku gambar dan pensil warna merupakan barang yang mustahil disentuh oleh orang dewasa. Banyak dari kita beranggapan kalau mewarnai adalah pekerjaan anak kecil, hobi kecil, imajinasi anak kecil. Lantas tidak perlukah kita berimajinasi lagi? Tidak perlukah kita bersenang-senang lagi?

Buku Mewarnai Untuk Dewasa

Coloring for Relaxation -dokpri
Coloring for Relaxation -dokpri

 Kehadiran buku mewarnai untuk orang dewasa di beberapa waktu belakangan ini akhirnya menjawab kegamangan kita semua. Tidak disangka-sangka, buku mewarnai ini pada akhirnya menarik perhatian banyak orang, sampai-sampai setiap kali saya ke toko buku, mustahil rasanya jika tidak menemukan setumpuk coloring book for adult di satu rak khusus.

Kini, kita tidak perlu repot-repot membawa buku gambar, pensil ataupun penghapus, cukup mengeluarkan coloring book for adult dan mulai berkreasi dengan warna. Gambar-gambar yang didesain dengan artistik dan elegan juga membuat kita tidak malu untuk melakukan aktivitas mewarnai di mana saja: entah di kantor, kampus, halte bus, ataupun stasiun kereta. Dengan buku ini, saya bisa pastikan tidak akan ada yang bertanya "Ini gambar siapa? Bagus amat." Namun setelahnya tertawa di belakang. Hiks.

Faber Castell sebagai salah satu produsen alat mewarnai di Indonesia juga mengeluarkan buku mewarnai untuk orang dewasa yang diberi nama "Coloring for Relaxation". Seni benar-benar untuk semua: Art4All. Bagi kalian yang tidak pandai menggambar, sudaahh... jangan dibawa pusing. Bagi kalian yang tidak pintar mewarnai juga jangan pusing . 

Bidang mewarnai yang disajikan di kebanyakan buku mewarnai untuk dewasa termasuk "Coloring for Relaxation" itu sangat kecil. Hal ini membuat kita tidak memerlukan teknik gradasi warna yang rumit atau teknik-teknik lain untuk bisa menghasilkan komposisi warna yang indah. Cukup gunakan warna-warna simple yang kita bisa. Karena buku ini memang menempatkan gambar sebagai fokus utama, sedangkan warna hanya pemanis buatan.

Penampakan Coloring for Relaxation - Dokpri
Penampakan Coloring for Relaxation - Dokpri
Kenyataan bahwa kita bukan lagi murid sekolah dasar, itu berarti kita tidak harus lagi mewarnai daun dengan hijau, awan dengan warna biru, dan bunga dengan warna merah. Daun bisa saja warnanya merah, lihat saja tanaman pucuk merah. Ia juga bisa bewarna coklat, lihat saja dedauan yang mulai layu. Bungapun tidak hanya bewarna merah, banyak bunga bewarna biru, ungu, bahkan hitam.

Selama ini kita masih terpaku dengan hal-hal yang sewajarnya, padahal hal yang di luar kewajaran itulah yang membantu kita untuk berpikir kreatif alias out of the box. Mewarnai adalah melepaskan. Jadi, lepaskan warna-warna itu sesukamu. Biar ketidakwajaran menjelma menjadi keindahan.

Berkenalan dengan Teknik Benang Kusut

Kunjungan saya bersama teman-teman Kompasianer ke Pabrik Faber Castell pada tanggal 11 Juli lalu memang benar-benar membuahkan ilmu baru. Di sana kami diajarkan 4 teknik mewarnai yang tak pernah saya dengar sebelumnya, yakni pointillism, squiggling, contouring, dan patterning. Kalau di artikel sebelumnya saya mengatakan teknik pointillism-lah yang paling mudah, maka di sini saya katakan bahwa teknik squiggling adalah yang paling rumit.

Menurut kamus Inggris-Indonesia, squiggling mempunyai arti menggeliat. Pengertian ini hampir mirip dengan apa yang disampaikan mba Yayu Rahayu selaku Creative Development Faber Castell bahwa squiggling adalah teknik mewarnai seperti benang kusut.

Hm, mendengar namanya saja sudah membuat pikiran saya tambah kusut. Gimana ini? Saya yang terbiasa mewarnai dengan arsiran rapi, kini harus membuntel-buntel warna agar tampak sebagai benang kusut. Mula-mula, tangan saya kaku. Warna yang dihasilkan juga bukannya kusut, melainkan ngawur. Namun lama kelamaan teknik ini justru lebih menyenangkan, sekaligus menenangkan.

Maka berbekal kertas, pensil, penghapus dan Connector Pen Faber Castell, saya mulai melepaskan diri dengan teknik benang kusut alias squiggling.

bahan-bahan. dokpri
bahan-bahan. dokpri
Kali ini saya mengambil tema dari tas sekolah adik saya. Si kuning yang menggemaskan, namun suka bikin kesal--Minions.

belum diwarnai. dokpri
belum diwarnai. dokpri
Mula-mula saya membuat buntalan benang kusut dengan warna kuning ke seluruh tubuh Minion. Lalu ditimpa dengan warna ke dua yaitu kuning ke hijau-hijauan, kemudian ditimpa lagi dengan warna ke tiga-kuning kecoklatan. Langkah ini bermaksud untuk membuat gradasi warna, namun apa daya ketika hasil tak sebanding dengan harapan. Heu heu heu.

step by step. dokpri
step by step. dokpri
Kalau pontilism membutuhkan ketelitian dan kedisiplinan tingkat tinggi, maka teknik squiggling membutuhkan keluwesan tangan dan kenyamanan diri. Pikiran kita yang semula kaku dan nurut perlahan dilepas menjadi lebih bebas dan santai. Squiggling mengajarkan kita mengeluarkan benang-benang pikiran yang mulai kusut dan perlahan menguraikannya.

sudah jadi. Dokpri
sudah jadi. Dokpri
Pada akhirnya mewarnai tidak hanya menjadi pekerjaan anak kecil. Karena mewarnai memang tidak hanya menjadi wadah untuk menuangkan kesenangan anak, tetapi juga bermanfaat untuk merangsang kreativitas, mengembangkan emosional, melatih motorik, meningkatkan memori, mencegah kepikunan dan yang terpenting adalah dapat memberi rasa tenang dalam diri.

minion, pantai, dan connector pen. -dokpri
minion, pantai, dan connector pen. -dokpri
Jadi, yang masih bingung mencari cara untuk relaksasi, yuk mulai mewarnai!

Tutut Setyorinie, 7 Agustus 2017

Artikel Art4All lainnya:

Pointilism, Mari Mewarnai Dengan Titik

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun