Mohon tunggu...
Tutut Setyorinie
Tutut Setyorinie Mohon Tunggu... Lainnya - Pegiat Lingkungan

Sedang belajar mengompos, yuk bareng!

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Dwilogi Padang Bulan: Perjuangan, Mimpi dan Harga Diri

21 Mei 2017   13:35 Diperbarui: 21 Mei 2017   13:39 1012
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Buku kedua dari Dwilogi Padang Bulan—Cinta di Dalam Gelas—lebih banyak mengisahkan tentang perjuangan Enong demi mendapatkan harga dirinya sebagai seorang wanita. Ia menantang Matarom dalam pertandingan catur 17 Agustus. Namun akhirnya bukan hanya Matarom yang berhadapan dengan Enong, melainkan juga orang-orang yang telah sedikit banyak membantu dan menyengsarakan hidupnya di masa lalu.

Budaya Yang Dikemas Unik

Andrea Hirata tak hanya menyajikan perjuangan cinta dan harkat seorang wanita dalam dwilogi Padang Bulan, namun juga menyuguhkan budaya yang dikemas unik. Bagi kalian yang tinggal jauh dari pulau Belitong akan tahu bahwa kebiasaan para lelaki melayu adalah meminum kopi, maka tak ayal bahwa berpuluh-puluh warung kopi di sana berderet penuh dan ramai.

“...di warung-warung kopi itu pria-pria Melayu mengisahkan nasibnya, membangga-banggakan jabatan terakhirnya sebelum maskapai timah gulung tikar, dan mempertaruhkan martabatnya di atas papan catur. Lelaki Melayu dengan kopi, sisa kebanggaan, dan catur, seperti lelaki Melayu dengan pantunnya, seperti lelaki suku bersarung dengan sarungnya, seperti lelaki Khek dengan sempoanya.” (Hirata, Andrea: 2012)

Bukan hanya fakta tentang lelaki melayu hobi meminum kopi, Andrea Hirata juga merangkum watak orang melayu yang hobi meminum kopi lewat Buku Besar Peminum Kopi yang dituturkan lewat Ikal.  

“…bahwa mereka yang memesan kopi sekaligus memesan teh—adalah mereka yang baru gajian. Mereka yang memesan kopi, tapi takut-takut menyentuhnya—uang di sakunya tinggal seribu lima ratus perak. Mereka yang tak menyentuh gelas kopi, tapi menyentuh tangan gadis pelayan warung—pemain organ tunggal. Mereka yang minum dari gelas kosong, seolah-olah ada kopi di dalamnya—sakit gila nomor 27. Mereka yang tidak minum kopi, tapi makan gelasnya—kuda lumping.” (Hirata, Andrea: 2012)

Sesederhana Kopi

Novel yang berhasil terjual 25.000 eksemplar dalam dua minggu ini akan membuatmu tertawa, terharu, dan menangis secara bersamaan. Cerita yang sederhana, budaya yang jarang terjamah, dengan pembawaan yang luar biasa dapat membuatmu merasakan bagaimana hidup di tengah-tengah masyarakat Belitong.

Padang Bulan dan Cinta di Dalam Gelas adalah sesederhana cerita, sedalam-dalamnya makna. Sesederhana kopi, sedalam-dalamnya nikmat ketika tengah menyeruputnya. Aaahhh…

Sekali lagi, Selamat Hari Buku!

Tutut Setyorinie, 21 Mei 2017.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun