Mohon tunggu...
Tutut Setyorinie
Tutut Setyorinie Mohon Tunggu... Lainnya - Pegiat Lingkungan

Warga Bekasi. Bermukim dekat TPST Bantar Gebang. Sedang belajar mengurangi sampah dengan 𝒎𝒆𝒏𝒈𝒐𝒎𝒑𝒐𝒔 dan 𝒅𝒊𝒆𝒕 𝒑𝒍𝒂𝒔𝒕𝒊𝒌. Yuk, bareng!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Dalam Berita

1 Mei 2017   10:22 Diperbarui: 1 Mei 2017   12:06 755
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Nirina terpekur di tempat duduknya. Ribuan kali meremas foto seorang pria yang tengah merangkul pundaknya tak urung memuaskan amarahnya. Semua janji, kenangan, dan pemberian lelaki itu sudah berakhir di tempat sampah. Satu jam yang lalu, ia baru saja meremukan ponselnya karena tak tahan mengingat betapa ia dulu seringkali bertukar pesan lewat benda mungil itu.

Tak seperti kebanyakan gadis lainnya, Nirina tak bisa menangis. Gadis itu lebih sering meluapkan emosinya dengan melempar barang yang bertengger didekatnya. Kamar tidurnya yang seminggu lalu masih rapi bak istana permaisuri di langit ke tujuh, sekarang hampir tak ada beda dengan rongsokan kapal titanic yang terbelah dua. Baju menjadi keset. Keset menjadi selimut. Selimut menjadi handuk. Handuk menjadi bantal.

Nirina bahkan tak peduli lagi dengan waktu. Malam menjadi siang. Siang tetaplah siang. Gadis itu hampir tak pernah tidur. Ketika haus ia minum. Ketika laparpun ia hanya minum. Sudah tidak ingat dimana terakhir kali ia menyimpan mie instannya. Dan sudah tidak peduli lagi jenis air apa yang melegakkan tenggorokannya.

Hari itu—Rabu—Nirina akhirnya membasuh wajah yang seminggu berdebu di balik bantal. Ia pun menyempatkan diri untuk mengunyah roti coklat yang tak sengaja ia temukan di bawah kasur ketika hendak mengambil sepatunya. Tak peduli tanggal kadaluarsa, atau bungkus yang sudah setengah terbuka. Dengan sekali telan, roti itu langsung hilang di kerongkongan.

Nirina tak memikirkan apapun. Gadis itu keluar dan merasakan sinar matahari yang menyayat kulitnya yang hampir retak-retak. Nirina lalu berjalan tanpa arah dan kembali dalam keadaan lebih parah. Hal selanjutnya yang gadis itu lakukan adalah menonton berita. Sejak dulu, Nirina memang bercita-cita jadi seorang penyiar berita. Ia mengidolakan Tina Talisa dan Alvito Deanovan karena pembawaan mereka yang lugas dan tegas. Nirina berjanji suatu hari nanti ia akan berpakaian rapi, duduk di depan kamera sambil membacakan berita. Ibu dan ayahnya pasti akan bangga, apalagi adiknya yang selalu mengidolakan jejak langkah dirinya. Namun kini, ia menanti berita dikarenakan suatu hal lain.

Hal yang akhirnya membuat Nirina mengepak bajunya sedemikian cepat dan meninggalkan uang sewa kontrakan beserta kuncinya dibawah keset berdebu yang tak pernah sekalipun dicucinya. Namun tak sampai kakinya meninggalkan pintu, saut-sautan sirine mobil polisi memerangkapnya.

Nirina membeku di tempat bahkan ketika dua orang petugas berbaju abu hitam itu memborgol kedua tangannya. Air mata Nirina menumpuk, membesar, namun tak kunjung pecah. Gadis itu telah bersumpah untuk tak menangis.

Berita Malam.

Seorang pria ditemukan tak bernyawa di kediamannya pada Sabtu, 29 April 2017. Pria yang diketahui berumur 29 tahun itu berhasil ditemukan setelah warga yang mencium bau tak sedap di sekitar rumah berkanopi hijau nomor 50 itu. Setelah berkali-kali didobrak akhirnya pintu itu terbuka. Naasnya, korban bukan hanya terkunci dalam rumah, namun ia terkunci dalam lemari tua di kamar paling belakang yang tak lain adalah gudang.

Pelaku menyegel lemari tersebut dengan berbagai tumpukan kayu dan kain kumal sehingga benda itu tampak seperti rongsokan tak berguna. Pelaku juga membanjiri lantai rumah korban dengan beberapa botol pewangi. Hal ini tak lain dimaksudkan untuk meredam bau tak sedap yang meruap dari tubuh korban.

Menurut analisis dokter, korban tersebut telah tak bernyawa sejak tiga hari lalu, yaitu tepatnya pada Rabu 26 April karena diracuni. Sulit untuk menebak apakah pembunuhan ini telah direncanakan atau tidak, karena berdasarkan penelitian kepolisian semua alat-alat yang diduga kuat telah digunakan pelaku untuk menghabisi nyawa korban, diantaranya tali, setrika, pisau dan beberapa cairan pembersih lantai berasal dari milik korban sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun