Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Hari Bagi Kesedihan yang Merajalela

8 Januari 2025   10:03 Diperbarui: 8 Januari 2025   13:42 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Amato Assagaf | Sumber: kumparan.com

Lalu dari dalam remang-remang
di perkampungan tua, aku melihat
sebuah rumah dengan pikiran
berjaga sepanjang gelap. Janggutnya
percik-percik perak kunang-kunang.

Aku masih mengenali mata yang hitam, kecil
dengan binar tajam seperti dulu. Seperti Hercule Poirot.

Bertahun lama juga, kita pertama bertemu
di perkampungan yang sama. Dia tengah bergegas
ke halaman tua dari majalah.
Ada tiga orang di panggung teater,
dia salah satunya.
Kita tidak banyak bicara.

Hari ini, aku harus bertamu kepadanya,
Kota ini telah merupa ruang yang memangsa, ia lebih ingin
melesapku lebih lekas dari tanah kering retak kepada air.

Sekarang ini, kita bakal banyak cerita,
sebagaimana pikiran curiga
kepada kuasa, nasib dan harapan:
dari sungai hitam hingga
cahaya kota yang pelan-pelan menelan manusia.
 
Tunggu, ia bilang kepadaku, jangan begitu.
Mula-mula, berangkatlah dari alasan-alasan
yang menghidupi keresahan-keresahan,
mulailah dari caramu memahaminya.

Maka ia bertukar banyak sekali riwayat dari
bagaimana orang-orang dulu memahami keresahan (di zamannya)
keresahan kita seringkali bukan siapa-siapa,
tetapi ia selalu pantas direnungkan.

Sejak hari itu, aku selalu tahu,
di perkampungan tua ini, hidup masih sudi merawat asa.
Aku selalu ingin pergi ke sini,
ingin boleh selalu kembali.

Lalu, kemarin malam, di gang sempit
di bawah gedung tinggi Jakarta,
kabar duka tiba dari banyak penjuru,
mengheningkan pikiran, tiba-tiba memutar mundur waktu.

Aku seperti sedang tidak di sini, tapi tidak pula di sana
duka menghidupkan kenangan-kenangan
lelaki dengan janggut perak itu baru saja pergi,
setelah menulis pesan bagi kematiannya sendiri.

Hari ini akan menjadi kesedihan panjang,
yang merajalela.

Selamat jalan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun