Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hari Ketika Seorang Presiden Dilantik

13 Oktober 2024   09:45 Diperbarui: 13 Oktober 2024   10:16 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebentar lagi, seorang presiden akan menjadi mantan. Apa yang dipikirkan orang-orang di jalanan?

Aku sesungguhnya tidak peduli seorang presiden berakhir jabatan atau dia kawin lagi. Hutang-hutangku sudah cukup memusingkan, walau masih bisa aku hitung.

Di kios Bibi Sum, tiga bungkus rokok samsu. Di warung Tante Erni, aku memiliki buku harian yang berisi hutang makan, sebulan lebih--mungkin juga dua bulan. Padahal, sudah banyak sekali penghematan yang aku jalani.

Aku hanya makan siang sekali, malamnya supermi tanpa dimasak, lebih sering sepuntung rokok dan air putih saja.
Aku ke lokasi proyek setiap pagi dengan berjalan kaki sejauh tiga kilometer pergi dan pulang. 

Aku sudah menghindari main-main ke lokalisasi. Aku juga belum membayar kos-kosan selama tiga bulan. Dan aku baru saja dipecat.

Aku tidak mengerti mengapa mesti dipecat? Aku tidak mencuri semen, mengambil pasir diam-diam. Tidak menjual alat-alat pertukangan. Aku juga tidak menghamili anak perempuan mandor yang sering mengantar makan siang bapaknya.

"Biaya bahan membengkak, harus ada efisiensi. Salah satunya pengurangan tukang."

Mandorku, seseorang dengan perut besar dan mulut yang cerewet, menyampaikan ini seminggu yang lalu.  

Kami sudah mengerjakan 3 proyek perumahan yang sebesar ini, tidak pernah ada masalah. Semua bekerja hingga selesai, kecuali mereka yang mengundurkan diri. Proyek-proyek ini selesai tapi kami tetap saja tak bisa bebas sepenuhnya dari berhutang.

Aku pikir, ini akal-akalan saja.
***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun