“We lacked the desire to react, to help each other out. We lacked everything today.”- Gianluigi Donnarumma (Football Italia)
Dengan status juara bertahan, Italia datang ke Jerman.
Tergabung di Grup B, pasukan Spalletti ini beradu game plan dengan Spanyol, Kroasia, dan Albania. Italia menang di partai pembuka melawan Albania, lalu kalah tipis oleh gol bunuh diri dari Spanyol dan bermain imbang di penghujung melawan Kroasia. Hampir saja lewat.
Italia yang meragukan di awal, tapi begitulah Italia yang dikenal sejarah sejauh ini.
Sejak partisipasi perdananya di Piala Eropa 1968, itu artinya sudah 11 kali keterlibatan, tim ini seolah memiliki kutukan tampil meyakinkan sejak permulaan turnamen. Ditambah lagi, tim ini baru dilatih Spaletti di penghujung 2023.
Mereka akhirnya tersingkir oleh Swiss, negeri kecil yang andai Kurniawan Dwi Yulianto tak pernah bermain sebentar di sana, remaja 90-an mungkin tak pernah tahu ada sepak bola profesional di sana.
Nasib yang lumrah belaka. Tersingkirnya Italia adalah nasib yang lumrah bagi juara bertahan.
Tidak terlalu penting itu terjadi di fase grup atau 16 besar. Dan juga, ketersingkiran semacam sulit dijustifikasi oleh daya saing liga profesionalnya yang terus-terusan melorot.
Maksud saya, Anda jangan lantas bermimpi karena Liga Inggris adalah panggung paling kompetitif, banjir selebritas dan komersialisme maka "Football's Coming Home" bakal kejadian di tahun ini.