Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Pipis Sakti Engkong Felix

26 Juni 2024   18:16 Diperbarui: 26 Juni 2024   18:47 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Toilet | YouTube/Hesti Purwadinata via detik.com

Seumur-umur berkompasiana, sekurang-kurangnya sejak 2013, saya baru ketemu "diskursus pipis" yang bisa nangkring di halaman Headline alias Artikel Utama. 

Sungguh ini bukan pipis sembarang pipis, apalagi pipis tebak-tebak buah manggis. 

Demikianlah Engkong Felix Tani, sang pemilik pipis, seorang penyingkap narasi lintas zaman yang telah bercerita banyak sekali hal.

Tafsir-tafsir sosiologis beliau telah mengungkap banyak sekali jalinan makna yang bekerja di balik peristiwa, entah sosial, politik, budaya, susastra hingga belakangan ini, ekologis--dan pipis, tentu saja.

Di tangan beliau, dan sejauh ini baru dengan begitu, pipis menjadi ihwal yang puitis, romantis, dan di puncaknya ia adalah pengalaman yang eksotis. Simak saja jalinan diksi berikut: 

Dalam kesejukan udara wangi, air seni meluncur lancar, menerpa dasar putih kakus, menimbulkan derai butir-butir air berkilauan ditimpa sinar lampu, serupa hamburan butir-butir mutiara kecil..

Sebuah pipis yang penting di era dimana pengalaman menggunakan jamban terapung akan tercatat sebagai pelengkap dari kisah-kisah dalam halaman kolonial belaka--aih, macam mana pula ini!

Kita (semestinya) menyadari bawah pengalaman mengelola kemih high level semacam ini tidak datang dalam waktu yang sebentar.  

Eh tapi, sorry to say, ini jelas bermakna bahwa yang setingkat ini, tentu saja, merepresentasi level kesaktian tertentu. Namun, concern saya adalah, ada baiknya Anda tidak berharap kesaktian semacam ini bisa diturunkan. 

Yakin saja, kapasitas wadah milik Anda belum cukup memenuhi syarat. Sebab, andaipun Anda pernah dilatih Sinto Gendeng, jam terbangnya bahkan belum memenuhi 1% dari kelayakan yang diminta. 

Sadarlah, mewarisi ilmu pipis di 22 Provinsi di Indonesia bisa menuntut lebih dari 10.000 tahun perjalanan dinasti! 

Selain itu, bagaimana perkara pipis sebagai ihwal yang puitis barulah satu perkara. Apa yang puitis itu bukanlah variabel tunggal. 

Bagi yang sehari-hari bolak-balik ke toilet di rumah sendiri, Pengalaman Kencing yang Bermartabat di Bumi Serpong Damai sebenarnya sedang mengungkap sejenis "totalisasi yang senyap" dari bilik toilet. 

Toilet adalah tempat dimana orang datang untuk membuang dan bergegas pergi. Membuang sesuatu dari dirinya sendiri lantas ingin cepat-cepat melupakannya. 

Sekarang ini, toilet di ruang publik, adalah sebuah tempat dimana teknologi menampilkan daya genggamnya yang melintasi batas-batas tradisional. Ia bukan saja menciptakan model baru penarikan surplus (: ongkos pipis dengan QRIS), tetapi juga menaikkan standar kenyamanan tertentu.

Pipis bukan saja tak lagi gratis, ia telah melampaui imajinasi lama dari toilet dan pengalaman pipis di ruang publik. Dan, baru Engkong Felix yang menyadari itu sebagai gejala sosiologis. 

Pipis kok jadi terasa melankolis. Humornya dimana??

***

PESAN DARI ADMIN:
Konten Anda yang berjudul "Pipis Sakti Engkong Felix" akan ditinjau ulang sebelum ditayangkan untuk sekadar memastikan tidak menimbulkan dampak yang kurang baik bagi interaksi di Kompasiana. Kami akan memberikan notifikasi apabila konten tersebut layak atau tidaknya untuk tayang. Terima kasih.

-----

Tulisan ini hampir berubah menjadi horor, padahal sebagai humor saja dirinya terancam gagal. Huh...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun