Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Rumus Agar Kita Bahagia di Musim Politik

22 November 2023   10:03 Diperbarui: 22 November 2023   10:10 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Miniatur Vespa | Dok: S AJi

 

Memeriksa Almanak. Dan kamu tiba-tiba lelah,
mengapa umurmu, almanak
bahkan hidup itu sendiri

ditentukan dari keputusan-keputusan
yang tidak pernah bertanya,
apakah kamu bahagia
di dunia yang modern ini.

Mencabut Rambut Putih. Di setiap helainya
yang tergulung keruwetan nasib,
kamu tiba-tiba ke masa lalu.
Menemukan kembali wajah ibumu
yang khawatir di setiap musim tanam.

Kamu baru sadar: Pembangunan memaksa jelata
menanam beras dimana saja,
tapi merampas hutan dan harapan.
 

Menggosok Kaca Jendela. Ada jendela yang
tak pernah kamu kunjungi;
jendela di halaman belakang.

Kamu menggosok kacanya,
menyanyikan lagu-lagu
kesukaan bapakmu,
seorang pecinta Koes Plus yang suram.

Pagi yang indah sekali,
membawa hati bernyanyi.
Walau gadisku t'lah pergi...
 

Kamu terlambat percaya, kesedihan yang seperti itu
---pagi yang indah dengan hati yang pedih---
adalah akar gelap dari gemuruh demokrasi.

Menyemir Sepatu. Segala lalu tampak renta:
bau semir hitam, tapak sepatu, dan
terutama sekali sajak-sajak
dari sejarah langkah yang surut dan kisut.

Kamu tidak pernah bertengkar
dengan bayanganmu,
seperti dalam sajak Sapardi---kamu tahu itu,

tapi setiap malam, kamu harus selalu
berkelahi dengan ketakutanmu,
tentang siapa yang berhak hidup (lagi)
esok pagi.

Membaca Surat-surat. Kesenangan terakhir yang
kamu nanti di permulaan tahun 2000.
Hari-hari itu, sebuah rezim tumbang.
Darah merembes hingga ke surga.

Mengapa lembar kertas
dengan kata-kata sarat rindu
ikut terkubur selamanya
kedalam kehilangan?

Membaca Lagi Asterix. Kamu pergi ke Romawi,
bertamu ke kampung Galia,
desa kecil dengan kemerdekaan
sebagai hakikat menjadi manusia. 

Asterix masih
seperti lelaki kecil yang dulu,
yang kamu temukan di sudut
rak perpustakaan kota.

Tapi, Galia, Asterix, dan kawan-kawannya
adalah peringatan yang abadi.

Mengapa ada kekuasaan yang
terlatih menyamarkan kengerian bagi ingatan,
merusak kepercayaan,
merayakan kutuk bagi kemalangan
yang lain?
 

Bandung---tengah November 2023 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun