Paling baru, kita melihat cara kerja yang sama dan atas nama investasi strategis, menuai perlawanan terbuka di masyarakat Kampung Tua, Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau.
Lantas, bagaimana mitos revolusi itu berakar? Kata sosiolog yang wafat pada 27 Juni 2017 ini:Â
Mitos revolusi sama sekali tidak hanya merupakan lawan belaka dari mitos pertumbuhan. Sebagaimana mitos pertumbuhan, begitu pula mitos revolusi sama-sama berakar pada tradisi Yahudi Kristen kebudayaan Barat, dan sebagian besar versinya mengandung unsur-unsur dari tema-tema kemajuan, penguasaan teknokratis dan produktivitas...
Untuk sepenuhnya mengerti mitos revolusi, orang memang harus memahami segala ketidakpuasan yang ditimbulkan oleh modernitas dan semua dorongan yang sebagai akibatnya bercorak menentang modernisasi. Dorongan-dorongan itu kerapkali berwujud mitos.
Dari peringatan Peter Berger yang sedikit saja terungkap di sini, kita tidak boleh benar-benar percaya dengan apa yang disuarakan tentang kemajuan dari arah negara atau koalisi yang menopang itu.Â
Sama halnya kita tidak bisa sepenuhnya menaruh percaya pada mereka yang datang dengan janji-janji yang mewakili suara-suara dari ketidakpuasaan sebagaimana energi yang menghidupi mitos revolusi; mereka yang seolah-olah oposisi.
Perkara selanjutnya adalah jangan-jangan selama ini kita memang tidak memiliki definisi sendiri tentang kemajuan yang selaras dengan Pancasila. Yang memungkinkan kita mendekati dan mengelola pembangunan dengan menyadari betul biaya-biaya manusiawi sebagai prinsip yang tidak boleh diinjak-injak atas nama apapun.Â
Bagaimana itu keselarasan itu dimungkinkan jika masih bersandar pada para importir lanjut dari mitos pertumbuhan, semisal IMF, Bank Dunia, dan WTO?
Jadi, siapa yang sesungguhnya sedang bersama-sama dengan kita?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H