Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Dari "Sarapan Intelijen" Sang Presiden hingga Janji Kemajuan

21 September 2023   20:49 Diperbarui: 22 September 2023   07:37 553
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Paling baru, kita melihat cara kerja yang sama dan atas nama investasi strategis, menuai perlawanan terbuka di masyarakat Kampung Tua, Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau.

Lantas, bagaimana mitos revolusi itu berakar? Kata sosiolog yang wafat pada 27 Juni 2017 ini: 

Mitos revolusi sama sekali tidak hanya merupakan lawan belaka dari mitos pertumbuhan. Sebagaimana mitos pertumbuhan, begitu pula mitos revolusi sama-sama berakar pada tradisi Yahudi Kristen kebudayaan Barat, dan sebagian besar versinya mengandung unsur-unsur dari tema-tema kemajuan, penguasaan teknokratis dan produktivitas...

Untuk sepenuhnya mengerti mitos revolusi, orang memang harus memahami segala ketidakpuasan yang ditimbulkan oleh modernitas dan semua dorongan yang sebagai akibatnya bercorak menentang modernisasi. Dorongan-dorongan itu kerapkali berwujud mitos.

Dari peringatan Peter Berger yang sedikit saja terungkap di sini, kita tidak boleh benar-benar percaya dengan apa yang disuarakan tentang kemajuan dari arah negara atau koalisi yang menopang itu. 

Sama halnya kita tidak bisa sepenuhnya menaruh percaya pada mereka yang datang dengan janji-janji yang mewakili suara-suara dari ketidakpuasaan sebagaimana energi yang menghidupi mitos revolusi; mereka yang seolah-olah oposisi.

Perkara selanjutnya adalah jangan-jangan selama ini kita memang tidak memiliki definisi sendiri tentang kemajuan yang selaras dengan Pancasila. Yang memungkinkan kita mendekati dan mengelola pembangunan dengan menyadari betul biaya-biaya manusiawi sebagai prinsip yang tidak boleh diinjak-injak atas nama apapun. 

Bagaimana itu keselarasan itu dimungkinkan jika masih bersandar pada para importir lanjut dari mitos pertumbuhan, semisal IMF, Bank Dunia, dan WTO?

Jadi, siapa yang sesungguhnya sedang bersama-sama dengan kita?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun