Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Jakarta Versus Dirinya Sendiri

16 Agustus 2023   10:41 Diperbarui: 17 Agustus 2023   07:19 919
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lanskap Kota Jakarta yang diselimuti kabut asap polusi, Kamis (24/5/2023) | KOMPAS.ID/TOTOK WIJAYANTO (TOK))

Saya teringat pada suatu pertemuan. Seseorang yang baru pulang dari sekolahnya mengatakan keheranannya melihat saya di Jakarta. Persisnya, bagaimana caranya kamu bertahan di tempat seperti ini?

Padahal kami sedang berbincang di salah satu sudut Atrium Senen yang sejuk.

Jangankan memiliki jawaban, saya lebih memikirkan mengapa pertanyaan seperti ini bisa muncul dari kesadaran yang baru saja kembali dari kota-kota utama di Eropa sana?

"Ada satu ilmu yang tidak saya miliki untuk hidup di Jakarta," katanya. Tentu saja saya lebih penasaran lagi. Kok?

"Ilmu apa, Kak?"

"Manajemen stress." Dia tersenyum, tapi pahit. Bangke! Saya ingin bilang begini tapi tak ada suara yang keluar.

Saya tiba-tiba terkenang kontrakan kami yang sempit di Lapangan Ros, Jakarta Selatan. Yang ketika keluar dari kamar mandi, langsung berada di dapur sekaligus ruang tamu dan sekaligus juga kamar tidur di malam hari. 

Orang-orang di gang sempit ini telah cukup lama menjadi bagian dari Jakarta. Hari-harinya adalah rutinitas yang normal: mendaki kemacetan sejak pagi dan pulang menjelang atau seusai magrib. Mereka lelah tapi semua itu telah menjadi bagian dari tubuhnya.

Juga kenalan saya, para pengojek yang sehari-hari mangkal pinggiran terminal di Kampung Melayu.

Salah satu dari mereka mengajak saya menemui kerabatnya yang juga merantau ke Jakarta sebagai pedagang bubur kacang ijo. Mereka tinggal di sebuah kontrakan berdinding tripleks yang jauh lebih sempit dari yang saya tinggali. 

Cerita-cerita mereka adalah kisah dari para petarung; sesuatu yang membuat saya merasa kerdil sebagai perantau ibukota.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun