Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Juventus Telah Menciptakan Musim yang Mengenaskan, Lantas Apa yang Kita Renungkan?

29 Mei 2023   10:38 Diperbarui: 30 Mei 2023   15:52 995
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Juventus Vs Milan di pekan ke 37 Serie A. Laga ini dimenangkan Milan dengan skor tipis 0:1 | Sumber: Football Italia

Juventus yang semenjana akhirnya menuju penutupan musim dengan kekalahan di kandang sendiri dari rival bebuyutannya, AC Milan. Hasil yang makin menegaskan status medioker Juventus setelah dibantai tanpa ampun oleh Empoli di stadion Carlo Castellani.

Nyonya Tua produk Allegrism yang sepanjang musim membuat fansnya keseringan mengelus dada ini kini memiliki 59 poin di papan klasmen. Hasil dari 21 kemenangan, 6 hasil imbang dan 10 kali kekalahan. Mestinya poin Di Maria, dkk adalah 69 namun harus mendapat pengurangan 10 poin (lagi) dari federasi. 

Seandainya tidak mendapatkan sanksi pengurangan poin, posisi Juventus akan berada di bawah Inter Milan, sebagai juru kunci "the big four". 

Pasalnya AC Milan yang musim ini juga kepayahan memiliki rekor yang tidak lebih baik dari Di Maria, dkk. Milan, sesudah 37 pertandingan, mengoleksi 19 kemenangan, 10 imbang dan 8 kekalahan dengan koleksi poin 67. 

Sekalipun nanti menang saat tandang ke Friuli di laga penutup musim, maksimal poin Juventus hanya 62. Angka ini tidak bisa lagi melampaui AC Milan yang jika nanti memang atas Verona akan mengumpulkan total poin 70.

Di luar persaingan berebut zona liga Champions ini, apresiasi sudah semestinya diberikan untuk Napoli dan juga Lazio. Untuk fenomena Napoli yang lumayan superior musim ini, saya sudah menulisnya di Musim Milik Napoli? 

Saat itu Serie A baru memasuki pekan ke-12 namun anak asuh Spaletti menunjukan performa yang paling mengejutkan, kalau bukan mengerikan. 

Indikator pertama, kala itu, mereka telah mengumpulkan 10 kemenangan dengan 2 kali imbang. Seri kemenangan ini bukan awal musim yang ringan karena mereka telah mengalahkan Lazio, Milan dan Roma. Semuanya adalah kemenangan dalam laga tandang!

Indikator kedua, sebagaimana dikatakan dalam artikel tersebut, hasil positif nan konsisten ini bekerja pararel dengan pencapaian di Champions League. Sejauh ini Napoli menyapu bersih 5 kemenangan. Kemenangan dengan menghajar Liverpool, Rangers dan Ajax--bukan tim yang ringan. 

Tidak dengan jenis kemenangan yang tipis. Apalagi lewat sepak bola bertahan. Liverpool dihajar 4:1, Rangers disikat O:3. Sedang Ajax dipermak 4:2. Napoli kokoh memimpin puncak klasmen grup A. Untuk versi yang lebih lengkap, silakan berkunjung ke artikel yang dipublis pada31 Oktober 2022 itu. 

Sedangkan Lazio dibawah asuhan Mister Sarri adalah sebuah prestasi yang penting. Hingga pekan ke-37, Lazio berhasil meraih 21 kemenangan, 8 hasil imbang dan 8 kekalahan. Sarriball berhasil membuat Ciro Immobile, dkk tampil kompetitif sepanjang musim, capaian yang pernah dilakukannya bersama Napoli dulu. 

Dari penjelasan sederhana ini, dengan melihat karakteristik bermain tim penghuni 4 besar, satu hal yang relatif sama adalah mereka penganut sepakbola menyerang. Termasuk Atalanta yang berada di peringkat ke-5. 

Di luar ini, di posisi ke 6 (AS Roma) dan ke-7 adalah tempat bagi mereka yang mewakili suara-suara terakhir dari pengikut jalan sepakbola bertahan nan pragmatis.  

Pertanyaannya adalah bagaimana merenungkan Juventus sepanjang musim yang menjengkelkan ini?

Sesudah dikalahkan AC Milan, Mister Allegri (masih berani) berujar begini. "Pertunjukan malam ini adalah semua yang bisa kami lakukan. Ini adalah musim anomali, yang jelas bagi semua orang. Orang-orang mengatakan bahwa Juventus gagal musim ini, tetapi kami masih berhasil mengumpulkan 69 poin, terlepas dari semua yang terjadi." (Football Italia)

Tapi di mata fans yang berharap Juventus yang lebih meyakinkan, musim ini adalah pertunjukan yang payah luar biasa. Sesuatu yang bukan saja di luar ekspektasi namun rasa-rasanya dengan caranya sendiri telah membunuh ekspektasi tersebut. 

Bagaimana tidak. Tim ini memulai musim dengan memiliki proyeksi tiga penyerang maut. Di Maria, Chiesa dan Vlaohic. Lantas di tengah, ada Pogba yang disokong oleh Locatelli dan Rabiot. Sedangkan di belakang, Bremer dan Gatti adalah pasangan baru yang memiliki prospek menggantikan peran Chiellini dan Bonucci. 

Nama-nama uzur seperti Alex Sandro, Cuadrado, Bonucci, dan De Sciglio (yang sakit-sakitan) ini pun masih eksis. Selain barisan penjaga gawang yang tetap solid, yaitu Wojciech Szczesny, Mattia Perin, dan Pinsoglio (yang tampaknya akan menjadi kiper ketiga Juventus hingga pensiun).

Tetapi, Pogba hanyalah pesakitan di sepanjang musim. Chiesa tidak maksimal, sedang Vlahovic terus tenggelam tak tentu arah. Di Maria bukanlah 5 tahun yang lalu sekalipun masih bisa juara dunia. 

Gatti yang menjanjikan malah kebanyakan diparkir dan baru sering bermain sesudah Bonucci cedera dan makin terlihat lamban. Pendek kata, tim ini tidak juga menemukan komposisi starting eleven yang ideal. 

Dan, sebab terakhir yang seringkali jadi sasaran adalah taktik Allegri sendiri.  

Taktik Allegri sejatinya sudah aus di musim ketika Dybala belum pindah ke Roma (yang juga tidak mencapai level tertingginya). Kala itu, di penghujung tahun 2021, giornata ke-11, Juventus cuma bisa meraih 15 poin. Poin ini sama dengan jumlah gol yang dihasilkan. 

Mengutip artikel berjudul Krisis (di) Juventus yang tayang di Kompasiana pada 1 November 2021, sesudah kekalahan dari Verona, seperti yang termuat di Football Italia, Allegri bilang kalau skuad Juventus harus menerima kenyataan jika mereka tidak lebih baik dari Verona dan harus menemukan kembali kerendahan hati untuk kembali bertarung merebut poin. Juventus harus terima kenyataan jika status mereka adalah petarung papan tengah (mid-table team).

Senada dengan hal itu, Dybala juga mengatakan di laman yang sama, "Kita harus ingat bahwa kita adalah Juventus dan kita harus menghormati seragam ini, sejarahnya, juga para juara hebat yang memakainya di masa lalu."

Pernyataan Allegri dan Dybala memang bisa ditafsir dalam banyak kemungkinan. 

Misalnya, para pemain Juventus mungkin telah mengidap mentalitas status-quo. Seolah-olah mereka tidak akan tergoyahkan lagi laksana imperium yang mapan. 

Seolah-olah sejarah sudah berakhir di tangan mereka; mereka adalah "the last man" dalam versi lain kemenangan Demokrasi Liberal dan Kapitalisme-nya Francis Fukuyama. 

Atau dari arah sebaliknya, mengisyaratkan Juventus yang sejatinya tidak lagi cukup percaya diri. Mereka kehilangan ambisi dan kemampuan mengorbankan diri bagi kehormatan tim. Mereka hanyalah sekumpulan profesional di masa pensiun: tak ada hasrat dan kerja keras.

Yang akhirnya terbukti seiring waktu, tim ini sudah tidak mampu menjadi juara lagi. 

Gaya Allegri tak cukup lagi menghadirkan kapasitas demi mengulang dominasinya. Para petingginya bahkan menciptakan skandal keuangan yang membuat tim ini terlihat tak putus dirundung pilihan-pilihannya sendiri. 

Tidakkah mengembalikan Allegri tampak sebagai sejenis kesalahan, bukan saja skenario yang usang? 

Allegri memang telah mencoba opsi untuk anak-anak muda berbakat seperti Miretti, Fagioli, hingga Iling Junior. Barangkali dengan opsi ini, dia sedang meletakkan fondasi bagi musim berikut.

Tapi dalam perkara memaksimalkan tim dengan usia muda dengan proyeksi jangka panjang bukankah akan lebih baik bersama Roberto De Zerbi, yang sempat disebut-sebut sebagai kandidat pelatih baru?

Tapi mind-sett para petinggi klub ini terlanjur beku dengan jenis konservatisme. Mereka pernah mencoba gaya Maurizio Sarri, lantas Andre Pirlo. Dari sini, terkesan Juventus tengah memilih jalan baru, sekurang-kurangnya warna baru. 

Namun, sekali lagi, keputusan kembali kepada Allegri adalah indikator pelengkap dari ketidaksabaran melewati transisi. Dan, bisa jadi, semacam ketidakyakinan diri pada proyek melahirkan Juventus baru.

Yang jauh lebih mengkhawatirkan adalah jangan-jangan keputusan kembali kepada Allegri adalah sinyal pembuka dari dimulainya masa-masa yang suram. Termasuk, mungkin juga, bisnis yang suram. 

Kalaupun Anda tidak setuju dengan seluruh argumentasi di atas, bukanlah kewajiban saya untuk meyakinkan. 

Yang pasti, apapun jenis kesuraman yang bakal datang dari masa depan Juventus, karena sekali cinta, kita tetap cintaaaaa. Fino Alla Fine!

***

Data tentang Klasmen Serie A terkini mengutip situs Who Scored.com.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun