Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

"The Mother", di Antara Jennifer Lopez dan Aksi Ibu Pejuang Tangguh

16 Mei 2023   18:05 Diperbarui: 17 Mei 2023   15:52 675
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Film The Mother (2023) yang sedang tayang di Netflix | Sumber: Kompas.com

Seorang ibu tidak terlatih untuk melakukan semua hal. Dalam kondisi yang terpaksa, ia seringkali cuma memiliki satu cara menghadapinya. Dan itu dengan sepenuh hati, dengan seluruh yang dimilikinya. 

Citra diri ibu yang seperti ini bisa kita temukan (lagi) dalam film "The Mother". Film ini mulai ditayang di platform Netflix 12 Mei 2023 atau lima hari yang lalu sejak artikel ini dibuat. Dibintangi sosok Jennifer Lopez sebagai tokoh utama, Joseph Fiennes (yang bermain dalam Enemy at the Gates), Lucy Paez (sebagai Zoe, anak perempuan sang ibu), Omari Hardwick, dan Gael Garca Bernal. 

Film bergenre action thriller ini hanya berdurasi 118 menit. Disutradarai seorang perempuan bernama Nikola Jean Caro (Niki Caro). Wikipedia menyebut bahwa Niki adalah sutradara perempuan kedua dari New Zealand yang dipilih Disney untuk menyutradari film dengan anggaran lebih dari 100 juta dollar. Film itu adalah Mulan (2020)--yang juga pernah saya diskusikan dalam artikel berjudul Perihal "Mulan" yang Batal Menjadi Mahakarya.   

Sinopsis. Sang Ibu (The Mother) sedang berada di rumah aman dan diinterogasi dua petugas FBI. Para petugas tersebut sedang mengejar sindikat pemasok senjata ilegal. Lantas di malam yang muram ini, sebuah tembakan terdengar. Disusul tubuh-tubuh yang tumbang dengan darah berceceran. Rumah aman tersebut disergap oleh salah satu tokoh kunci dari sindikat tersebut.

Sang ibu yang tengah hamil besar, yang berfungsi sebagai informan kunci, ternyata bukan wanita hamil yang kebetulan menjadi saksi mata ketika sedang ngemil kwaci ketika menunggu anaknya pulang sekolah. Dulunya ia adalah bagian dari sindikasi tersebut, kalau bukan malah salah satu pengagasnya.

Karena itu bisa dikata bahwa si ibu adalah seorang pembelot. Tapi bukan sembarangan karena sindikasi itu melibatkan jaringan militer dimana dia pernah dilatih dan bertugas sebagai penembak runduk (sniper) jempolan. Sang penyergap di malam yang menewaskan petugas FBI itu adalah pelatihnya sendiri.

Sesudah malam itu, ppsi terbaik yang tersedia agar si ibu dan anaknya tetap hidup adalah berpisah. Sang ibu hidup dalam identitas yang dihilangkan, sedang si anak dipelihara oleh keluarga yang layak dan merupakan anggota dari masyarakat kelas menengah yang tertib, berkecukupan dan membosankan.

Ketegangan selanjutnya--tentu saja terbaca seketika--adalah tentang si anak yang diculik dan perburuan yang dilakukan sang ibu demi membela satu-satunya alasan mengapa dia mesti hidup sebagai mantan pembunuh dari satuan elite. 

Film yang ceritanya ditulis oleh Misha Green ini berakhir dengan penutup yang bahagia sesudah pertempuran yang sebentar di pinggiran Alaska yang bersalju. 

Para pentolan sindikat itu sukses dihabisi, si anak kembali kepada keluarga adopsinya, dan si ibu hidup dalam pengasingan. 


Catatan Sekadarnya. Seorang ibu atau perempuan yang memiliki latar belakang pasukan elite dengan peran sebagai penembak runduk adalah pribadi yang tidak saja terlatih membunuh, namun ia memiliki kemampuan survive di atas rata-rata. Apalagi ketika dihadapkan dengan alasan satu-satunya yang membuat dia terus hidup: anak. Walau begitu, tanpa mesti menjadi bagian dari satuan elite, seorang ibu (semestinya) adalah jiwa yang melindungi dan mampu melakukan apa saja demi anak-anaknya.

Cerita The Mother hanya penegasan dari ibu yang seperti itu. Sedikit bumbu action membuatnya berusaha menawarkan dimensi yang berbeda. Apakah pilihan ini, dengan menjadikan penyanyi yang akrab disapa J-Lo ini sebagai subyek utamanya berhasil menuai decak kagum?

Di sebuah video pendek yang bisa ditemukan di akun Netflix di Youtube, aktris kelahiran 24 Juli 1969 ini terlihat berlatih cukup keras untuk bermain sebagai subyek utama dalam "The Mother". Ia terlihat bersungguh-sungguh melatih diri sebagai seorang sniper dan menguasai seni bertarung jarak dekat, terlebih dengan menggunakan pisau--hal yang baru kali ini dilakukannya.

Walau lebih dikenal sebagai aktris untuk film berjenis drama romatis atau komedi, tentu saja ini bukan film pertamanya yang melibatkan penggunaan senjata. Namun di film yang satu ini, usahanya cukup berhasil. 

Boleh dikata, The Mother adalah pertunjukan J-Lo sebagai karakter yang yang berseberangan dari sosok perempuan yang rapuh, patuh, tabah dengan tanpa kehilangan sisinya yang sensual dan lembut.

Masalahnya, The Mother terlalu cepat mencapai ending atau tidak terlalu sabar menjaga detail-detail penting. Misalnya, dalam perburuannya di Havana, Kuba, J-Lo dan rekannya yang seorang petugas FBI itu, begitu gampang meringkus gerombolan sindikat. 

Latar belakangnya sebagai "orang dalam" yang mengesankan bahwa dia memahami lokasi dari target beserta sumberdaya yang dimiliki mereka tidak lantas membuat seorang sniper bisa leluasa menghabisi. Setidaknya jika kita mengacu pada kisah Bob Lee Swagger, yang seriesnya juga tayang di Netflix, kita bisa mengetahui bagaimana seorang penembak runduk bekerja. 

Ia membutuhkan banyak sekali perhitungan, sudut pandang, dan analisis lokasi yang tidak serta merta. 

Sama halnya ketika sang ibu memilih opsi melatih Zoe dalam menggunakan senapan dan menghilangkan sisinya yang lembut sebagai bagian yang harus dimiliki agar bisa bertahan melewati peperangan. Ia bahkan bilang kepada anaknya, tidak ada makananmu yang tak berasal dari kekerasan.

Zoe, anak yang baru berusia 12 tahun itu tidak butub waktu lama agar bisa menembak dengan tepat sasaran, sesuatu yang belum tentu bisa dilakukan seorang tentara yang baru lulus pendidikan, misalnya. Satu-satunya yang membuat kita sedikit tersenyum karena melatih bertahan hidup ala militer adalah sedikit cara mengeluarkan Zoe dari didikan kelas menengah yang nyaman dan membosankan. Dan, ini sekaligus merupakan bentuk cinta terbaik yang bisa diberikan sang ibu.

Terakhir, ketidaksabaran mengelola hal-hal kecil itu adalah pada perang penghabisan. Ketika itu sang ibu dikepung oleh tiga peleton tentara bayaran dengan senjata berar di tengah hujan yang penuh salju. Kita hanya melihat sedikit sekali pertempuran yang bukan jenis pertempuran dari mereka dengan latar belakang pasukan elite penembak.

Pertempuran itu terlalu datar, atau, terlalu murah. Sekali lagi, dengan melihat aksi Bob Lee Swagger yang diperankan Mark Wahlberg dalam film Shooter (2007), kita tidak melihat bagaimana seorang sniper dengan riwayat yang mentereng menghabisi kepungan dengan tekniknya yang khas. The Mother tidak menawarkan kualitas seperti ini.

Mungkin karena ini, film ini cuma mendapat rating 5,6/10 di situs IMDb. Dan, lebih terlihat sebagai usaha J-Lo memainkan peran baru yang bergeser dari jenis komedi romantis. Tidak terlalu sukses tapi cukuplah sebagai penghibur.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun