Hasrat tersebut bukanlah pada problem etos kerja dan kedsiplinan peserta didik. Atau karena, mengutip pernyataan Menko Muhadjir Effendy , "Pak Gubernur kan orang pekerja keras dan punya kemauan betul untuk memajukan rakyatnya di NTT, terutama para generasi mudanya. Pasti beliau sangat bijak nanti akan mengambil keputusan. Kita tunggu saja."
Hasrat tersebut bisa disebut sebagai mekanisme "kepengaturan" (govermentality) dari tradisi Foucaltian.Â
Sebuah mekanisme pendisiplinan, penataan, pengawasan dan pencapaian tujuan yang dikehendaki oleh negara. Karenanya ia mengorganisir praktik, mentalitas, perilaku, cara berpikir, dan celakanya, dalam mekanisme seperti ini, ia berkecenderungan menuju total.
Karena gairah negara pada totalitas itu, kita sebaiknya berdiri dari arah sebaliknya.Â
Pasalnya adalah kepengaturan menyamarkan dirinya secara lembut dalam klaim politik-konstitusional yang sering disebut sebagai kehadiran negara atau negara yang hadir. Negara hadir selalu merwujud multi-kamuflase, mungkin selalu berusaha terlihat manis namun memelihara kebengisan tertentu, misalnya.Â
Dalam bahasa pembangunan, negara hadir bisa berarti sebagai pemimpin perang melawan stunting hingga melawan terorisme. Negara yang hadir dapat pula berjudul dia yang memimpin perang melawan hoaks hingga melawan jaringan narkoba.Â
Di saat ia melawan stunting, ia mendorong sistem pangan yang bergantung pada impor komoditas dan mengeliminasi keanekaragaman sumber-sumber lokal. Ketika mendorong perang melawan terorisme di saat bersamaan ia menampilkan wajah state-terrorism atas nama keutuhan dan kesatuan nasional.Â
Anda bisa mendaftar sendiri contoh yang mengaitkan perang melawan hoaks dan jaringan narkoba.Â
Bahkan, yang lebih ideologis lagi, negara yang hadir adalah yang mendefinisikan masa depan seperti apa dan bagaimana sistem pendidikan diarahkan ke sana, ekosistem sekolah dikondisikan menuju arah yang sama.
Dalam kompleksitas di atas, kita bisa melihat bukan saja betapa sentralnya kehadiran negara, tapi dalam sentralismenya, selalu terjadi hukum: penegasan superioritasnya. Uang, informasi, birokrasi, kewenangan dan aparatur ada padanya. Sebab itu juga, dalam rangka itu, sekolah hanyalah unit kecil dalam tindakan kepengaturan yang dikerjakan negara.Â
Lantas, bagaimana melihat keberadaan sekolah dalam jaringan di atas?
Mengunjungi Kritik Ivan Illich. Kita sepertinya perlu kembali kepada pemikiran Ivan Illich (1926-2002) yang sudah ditulisnya tahun 1971. Dalam bukunya, Deschooling Society atau Bebaskan Masyarakat Dari Belenggu Sekolah (Yayasan Obor, 1982), Illich menyampaikan kritik yang tajam terhadap sekolah. Dimulai dengan membongkar sesat berpikir yang menyelubungi sistem sekolah.