Di awal Februari yang kembali cerah ini, engkong Felix Tani telah mengungkap salah satu bebalisme tak tersentuh yang mengakar bertahun-tahun lamanya di lingkungan perguruan tinggi.Â
Bebalisme itu adalah jenis KATA PENGANTAR SKRIPSI yang isinya tidak mencerminkan fungsinya. Sekilas tampak murah hati dan penuh penghormatan namun sejatinya aneh, kalau bukan mengenaskan.
Selama ini, termasuk yang saya lakukan, adalah menyusun deret ucapan terima kasih mengikuti hirarki. Bahkan kepada mereka yang tidak berkontribusi sama sekali dalam jatuh bangun penyusunan skripsi.Â
Belakangan, mereka itu jangan-jangan adalah bagian dari yang membuat kehidupan kampus menjadi jumud, konservatif dan seolah-olah menara gading. Terlalu pro-pembangunan, etatisme, dan alergi dengan konsep pertarungan kelas, misalnya. Dih.
Apa urusannya terima kasih kepada seorang rektor di tengah malam-malam panjang menyusun argumentasi pada komputer yang terpaksa harus dijadwal karena ada beberapa pejuang skripsi yang bergantung pada komputer yang sama?Â
Apa faedahnya seorang pembantu rektor di tengah kata-kata yang nyungsep karena tiba-tiba mesti mengalami duka lara yang datang tak diundang, pulang ngajak banyak orang?
Bukankah lebih berfaedah seri sinetron Lulu Tobing yang ketika kebuntuan memenuhi pikiran, dia bekerja seperti relaksasi kecil walau dengan ide cerita yang tidak pergi jauh dari hidup orang kaya?Â
Atau senyum lembut Vonny Cornellya dengan romantika sinetron yang pada akhirnya tidak membawa kemana-mana selain kamu hanya butuh rehat dari skripsi yang kebanyakan koreksi dosen pembimbing terbantukan sedikit?
Terima kasih kepada Tersanjung atau Kejora dan Bintang tidak pernah ada di daftar, bukan? Sungguh-sungguh kata pengantar skripsi yang manipulatif.
Dan, drama paling absurd dari kata pengantar skripsi adalah mencantumkan terima kasih kepada sebuah nama yang di masa depan, kamu bahkan lupa nama itu pernah ada. Kamu tidak ingat lagi mengapa nama itu mesti ada di sana.Â
Mengapa kamu mesti menyusun kata pengantar seperti itu?
Lalu, kamu kembali lagi memeriksa judul yang terpampang besar-besar di arsip-arsip lama yang berserak, berdebu, dan sepi. PENGARUH SENYUM KUDA TERHADAP KETABAHAN GULMA.Â
Mengapa judul yang begini pernah muncul di kepala? Aaah!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H