Tuan-tuan yang kaya dan kuat ini juga berusaha memberikan kita harapan. Sebagai figur yang baru, muda, dan tentu saja memiliki akses pada pusat kuasa.Â
Akan tetapi, apakah pemulihan sepak bola seringkas itu? Andaipun istana berada di balik rencana pengambilalihan pucuk pimpinan federasi?
Tidakkah pertanyaan pertama yang mesti diajukan ketika hendak memimpin adalah apakah kita sungguh-sungguh mampu sebagai yang memberi solusi terhadap krisis?
Tidak. Kita tidak bisa percaya dengan kesan-kesan seperti ini.Â
Bukan sedikit orang kuat dan kaya raya yang bolak-balik berebut pucuk pimpinan federasi, dan kapan terakhir kali Indonesia mendapat emas di sepak bola SEA Games? Lima jari kita bahkan terlalu banyak untuk menghitung ini.Â
Para pemuja sepak bola nasional lebih butuh visi yang terang dan rencana kerja yang masuk akal sebelum orang-orang kuat bertukar posisi dan bertransaksi kepentingan. Sebelum mereka muncul dengan segala macam wacana berbuih-buih yang pada dasarnya hanyalah permainan kekuasaan terhadap nasib: habis manis sepah dibuang.
Karena itu, para pemuja yang jelata, yang publik, janganlah terjebak polarisasi yang berakar pada perebutan politik yang destruktif. Atau, sekurang-kurangnya termakan dengan konstruksi wacana ke arah sana.
Sinisme terhadap orang-orang berkuasa yang bergiliran berebut kuasa federasi sepak bola tetap harus dipelihara. Negeri ini punya riwayat panjang dari kegagalan dan kehancuran yang diakibatkan orang-orang seperti ini. Jadi, biasa sajalah.Â
Oleh karenanya, dengan warisan sistem yang sedemikian awet memelihara nelangsa sepak bola, ketika para petinggi itu menyuarakan Shin Tae-yong mundur sesudah serangkaian kegagalan, apa yang berkelakar di benak kita?
Mereka menuntutnya seolah-olah Mister Allegri di Juventus. Allegri yang melatih Di Maria, Locatelli, Chiesa hingga bakat-bakat muda seperti Miretti, Soule dan Fagiolo. Allegri yang tetap bertahan dengan sepak bola membosankan di era yang atraktif dan menghibur.
Allegri yang akhirnya bisa menemukan kestabilan Juventus, dengan 8 kemenangan tanpa kebobolan dan membawa Si Nyonya Tua ke papan dua. Sebelum disikat Napoli dengan 5 gol yang menegaskan bahwa Juventus sejatinya menyedihkan.Â