Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Percakapan dengan Roem Topatimasang di Kampus Perdikan INSIST Yogyakarta

24 Desember 2022   11:28 Diperbarui: 26 Mei 2023   16:51 864
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dinding yang memajang foto dari caover buku yang sudah diterbitkan Insist Press | dok: S Aji

Tapi kalau bukan karena Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi (2001) yang ditulis Mansour Fakih, saya akan kekurangan cara pandang melihat dunia dan marabahaya yang sedang berjalan. Sama halnya andai tidak bertemu Pendidikan Popular: Membangun Kesadaran Kritis (2001) yang disunting Roem Topatimassang, Toto Rahardjo dan Mansour Fakih, saya mungkin akan dimakan mentah-mentah sistem sekolah sebagai sebaik-baiknya orang berpendidikan.  

Di perjumpaan inilah, hutang rasa itu mengakar. Sampai nanti, sampai mati.

***

Pendopo Mansour Fakih yang juga adalah ruang belajar di Kampus Perdikan | dok: S Aji
Pendopo Mansour Fakih yang juga adalah ruang belajar di Kampus Perdikan | dok: S Aji

Jumat kemarin, langit Yogyakarta dari arah sebelah Barat sedikit mendung. 

Dengan seorang kawan dari Bentara Papua yang juga merupakan jaringan kerja Insist, kami menuju Kampus Perdikan-INSIST, yang beralamat di Kaliurang Km. 18, Sempu-Sambirejo, Pakem. Bentara Papua adalah Non-Goverment Organization yang berdiri sejak tahun 2012 dan kini sedang bekerja di Pegunungan Arfak, Sorong Selatan dan Raja Ampat. Bentara Papua-lah yang membantu sehingga kunjungan ini bisa terwujudkan. 

Kami tiba di kampus Perdikan-Insist sekitar pukul 13.30 WIB. Kompleksnya tidak begitu besar, namun berada di lingkungan perkampungan yang cukup hijau lagi tenang. Di halamannya, ada gedung kecil yang menjadi toko buku, sebuah rumah bertingkat yang tersambung dengan pendopo yang diberi nama Pendopo Mansour Fakih. Dan sebuah toilet kecil di pojokan.

Terpisah dari gedung utama ini, agak ke belakang, melintasi pekarangan yang mulai lebat dengan rerumputan, ada sebuah rumah panggung dari bata. Di sinilah, Pak Roem Topatimassang tinggal sehari-hari. 

Sesudah menunggu sebentar, saya melihat pak Roem berjalan pelan ke arah pendopo. Beliau berkaus merah dengan sarung. Juga memakai jaket. Cuaca memang agak berangin. Lalu, sesudah saling menyapa, kami pun memulai obrolan. 

Obrolan dengan tema utama bagaimanakah organisasi non-pemerintah akan bekerja kedepannya. Misalnya, manakala dunia mulai mendefinisikan dirinya dalam resesi, seperti apa dampak yang bakalan terjadi di kampung-kampung yang jauh, serupa di Pegunungan Arfak, Papua Barat. Bagaimana ini dihadapi?

Saya tidak akan menceritakan secara persis yang direnungkan Pak Roem atau yang sedang dibicarakan oleh kawan-kawan di lingkaran Insist. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun