Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Yang Kita Baca dari yang Kita Tulis

16 Desember 2022   15:28 Diperbarui: 16 Desember 2022   15:53 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sepanjang tahun 2022, saya ternyata cuma bisa bikin 64 buah artikel. Padahal setahun itu tersedia 48 bulan, 365 hari, dan 525.600 menit.

Milenial dari angkatan pertama semacam saya jelas-jelas kere produktivitas bila dibandingkan Engkong Felix Tani. Apalagi jika dihadapkan dengan Opa Tjiptadinata.

Konsistensi anak muda seperti yang saya ini sungguh-sungguh buih di lautan ketika berhadapan dengan kedua orangtua panutan semua pembelajar di Kompasiana.

Di tahun yang sama, saya ternyata lebih sering menulis di kanal olahraga--tentu saja ini adalah membicarakan sepakbola. Karena sepakbola juga, artikel yang berjudul Eksperimen Sukses Shin-tae Yong Bernama Ricky Kambuaya menjadi yang paling ngehits. 

Dikunjungi pembaca hingga 7.176 kali; jumlah yang tidak ada apa-apanya jika Anda melihat akumulasi views yang diciptakan mereka  di golongan Terpopuler tahun ini.

Sedangkan artikel yang paling banyak mendulang vote adalah #KabarBencanaJayapura: Mengenang Hidup di Perumnas IV. Terkumpul 33 vote--jumlah yang sesungguhnya miskin untuk artikel yang bersedih dengan serius. Terakhir, pergumulan kata-kata saya menyelesaikan tahun ini dengan berada peringkat 84.

Masalahnya, saya masih tidak mengerti, peringkat ini dihitung dengan ukuran apa. 

Sumber: Kompasiana
Sumber: Kompasiana

Begitulah yang terjadi sepanjang tahun ini. Setidaknya saya masih menulis dan belum berpindah ke lain platform. Saya masih selamat dari kematian ide hingga kebinasaan kata-kata.

Tapi, yang cukup mengejutkan dari statistik tersebut adalah ia mengungkap sesuatu yang hidup bersama penulisnya sejak dalam kandungan. Ia menunjukan benang merah dari apa yang membentuk S Aji bertahun-tahun lamanya, apa yang akan mengikuti sampai kapanpun.  

Benang merah abadi itu adalah saya, Tanah Papua dan Sepakbola.

Saya boleh plesiran kemana-mana tapi kembali membicarakan Papua (sekurang-kurangnya sebagai ingatan yang melatari) atau kepada sepakbola akan selalu berulang. Terlebih-lebih lagi, kembali kepada "saya", sebagaimana seringkali menyamarkan diri dalam seolah-olah puisi, cerpen atau segala sesuatu yang ingin disampaikan dengan---mengikuti Sapardi Djoko Damano---"Bilang Begini, Maksudnya Begitu".

Melampaui semua itu, kepada semua yang sudah tercatat sepanjang tahun ini, kita masih baik-baik saja. 

Kita memang tidak pandai setinggi langit, tapi Kompasiana memberi kita ruang agar tidak lekas-lekas hilang dari sejarah. Di hadapan teka-teki nasib, perbuatan-perbuatan, umur dan kekuasaan yang berpikiran pendek.

Salah satu teka teki besar di Kompasiana adalah mendapatkan notifikasi di-vote Admin tapi pas dicek tak ada bekas. |Dok-pribadi
Salah satu teka teki besar di Kompasiana adalah mendapatkan notifikasi di-vote Admin tapi pas dicek tak ada bekas. |Dok-pribadi
Terima kasih kepada semua admin yang sudah bersibuk-sibuk merangkum statistik Kompasianer. Semoga tetap baik-baik saja, sampai jumpa lagi di tahun depan.

"Tahu kau mengapa aku sayangi kau lebih dari siapa pun? Karena kau menulis. Suaramu takkan padam ditelan angin, akan abadi, sampai jauh, jauh di kemudian hari."- Pramoedya Ananta Toer

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun