Cara Fernandez memberi asis kepada Alvarez adalah buktinya. Atau bagaimana dia mengeksekusi asis Messi saat melawan Meksiko. Karena itu, saat melawan Australia nanti, mereka sebaiknya memang bermain sejak awal.
Keempat, memainkan Julian Alvarez sejak awal. Striker muda yang bermain dengan Man City ini terbukti memiliki mobilitas tinggi. Alvarez lebih rajin mencari ruang kosong di dalam kotak penalti dibanding Lautaro Martinez.Â
Kemampuannya melepas tembakan dari rapatnya marking lawan adalah kualitas yang melengkapi, seperti yang dilakukannya saat melawan Polandia.
Pendek cerita, Allister, Fernandez, dan Alvarez adalah bentuk kepercayaan Scaloni kepada bakat-bakat muda.
***
Keempat perubahan inilah yang berhasil menciptakan transformasi kecil di Tim Tango. Transformasi yang menandakan jika Scaloni sosok yang memiliki adaptasi taktikal yang jeli terhadap dinamika turnamen. Lolosnya Argentina sebagai pemuncak grup adalah konsekuensi yang niscaya.
Karena itu, jika kita menengok ke belakang, kekalahan di partai pembuka dari Saudi justru adalah rasa sakit yang perlu.Â
Kekalahan itu adalah sejenis katarsis: kelegaan emosional setelah mengalami ketegangan dan pertikaian batin akibat satu lakuan dramatis. Â Katarsis yang tengah bekerja kolektif.
Sesudah kekalahan itu, Lionel Messi berpesan kepada para pendukung, "Tetaplah memiliki keyakinan. Kami tidak akan membuat mereka terlantar."
Jadi mari kita nikmati saja transformasi yang sedang terjadi paska-kutukan Saudi. Sekurang-kurangnya dengan melihat jika Scaloni dan tim pelatihnya bukanlah gagasan sepakbola yang keras kepala. Atau bergantung sepenuhnya pada judul pemain berpengalaman.Â
Berani memainkan debutan seperti Allister, Fernandez dan Alvares serta mencadangkan Papu Gomez atau Lautaro Martinez. Termasuk berani memainkan Lisandro Martinez saat melawan Meksiko, adalah pertanda yang bagus.