Ketika gol kedua terjadi, Scaloni seperti baru tersengat, ada yang tidak berjalan. Paling kelihatan adalah distribusi bola di tengah ternyata monoton. Tidak menunggu lama, tiga pemain baru langsung dimasukan.Â
Papu Gomez, Leandro Paredes dan Cristian Romero langsung ditarik. Nama-nama segar seperti Lisandro Martinez. Julian Alvares dan Enzo Fernandes diharapkan dapat mendorong arus serangan yang lebih banyak dengan opsi yang lebih kreatif, tidak melulu di sayap.Â
Tapi ini tidak berdampak banyak. Arab Saudi masihlah tembok yang rapat, hampir tanpa guncangan. Kita memang melihat air bah serangan dari kiri dan kanan. Cukup yang merepotkan tapi tak memenuhi syarat membalikkan keadaan.
Sepanjang dua babak, Arab Saudi nyaris tidak menciptakan celah yang bisa diobrak-abrik Messi, dkk. Mereka menutup pergerakan dari sayap sama baiknya dengan mengunci lapangan tengah.Â
Mereka seperti tak kenal lelah jatuh bangun dengan penguasaan bola hanya 30% itu.Â
Tapi ketika jatuh bangun bertahan itu membuat mati gaya seorang Messi, Di Maria, Martinez, hingga De Paul, kita terus tahu taktik seperti itu bukan sembarang. Kita terus mencari tahu siapa sang mastermind, bukan?
HERVE RENARD.Â
Herve Renard, pelatih berkebangsaan Perancis ini pernah juara Piala Afrika di tahun 2012 bersama Zambia. Kemudian juara lagi dengan Pantai Gading (Ivory Coast) ajang yang sama di tahun 2015. Pelatih yang ketika bermain berposisi sebagai pemain bertahan ini disebut pelatih pertama yang juara Piala Afrika dengan tim berbeda.Â
Herve Renard pernah kembali ke negaranya dan melatih klub, seperti Sochaux (2013) dan Lille (2015). Namun dia tak cukup bersinar di sana. Karirnya lebih bersinar di Benua Afrika.Â
Sebelum melatih Arab Saudi, di tahun 2017 dia meloloskan Maroko ke Piala Dunia 2018 di Rusia.
Dengan kemenangan tak terduga, di hadapan sekitar 88.000 pasang mata, Herve Renard berhasil membuat Salem Al Dawsari, dkk menjadi tim Asia pertama yang mengalahkan Argentina di ajang Piala Dunia. Arab Saudi tidak sebatas menghentikan rekor tak pernah kalah selama 36 kali secara beruntun milik Negeri Tango.