Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Inter Milan Sesudah Tumbang di "Derby d'Italia"

7 November 2022   14:56 Diperbarui: 7 November 2022   20:15 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Henrikh Mkhitaryan (kiri) merayakan golnya bersama Milan Skriniar (kanan) pada laga Grup C Liga Champions yang mempertemukan Inter Milan vs Viktoria Plzen, Rabu (26/10/2022) (AFP/ MARCO LUZZANI via KOMPAS.com)

Sesudah Inter tumbang dalam Derby Italia, Mikhitaryan berkata begini:

"Kami adalah Inter, kami tahu "what to do" dan "how to react". Saya pikir ini sekadar perkara "try to rescue the game by all pushing forward" dan kadang-kadang (kami) lupa bertahan, jadi kami "LOSE the MATCH". 

Inter boleh menyingkirkan Barcelona dari Champions League ke liga malam Jumat. Interisti mungkin merasa hasil ini adalah bukti Inter layak bersaing melawan tim dari belahan liga manapun. 

Walau faktanya mereka hanya bisa (kembali) juara Serie A karena tindakan copy paste cara Juventus Antonio Conte, ini bukan historisitas yang harus dibesar-besarkan. Biasa saja, toh mereka tidak sendiri. Ada Milan juga Napoli, bukan?

Yang menarik dari Derby d'italia subuh barusan bukan karena dimenangkan Juventus. 

Atau karena kemenangan tanpa kebobolan di Allianz Stadium membuat Juventus empat kali secara beruntun menjaga clean sheet. Lantas dicatat sebagai tim dengan rekor bertahan terbaik sejauh ini, di musim ini! Aneh gak sih? 

Di papan klasmen, Danilo, dkk masih menghuni posisi lima sesudah 7 kemenangan, 4 hasil imbang dan 2 kekalahan. Koleksi kekalahan ini masih lebih baik dari pada rekor Inter (5 kali kekalahan!) atau AS Roma (4 kali kekalahan). 

Jumlah total kekalahan La Vecchia Signora hingga pekan ke-13 ini sama jumlahnya dengan AC Milan, Lazio dan Atalanta. Hanya Napoli yang MASIH PERAWAN!

Pendek kata, secara statistik, Juventus sebenarnya tidak buruk-buruk aman. Tim yang bermain indah, menghibur dan menang poinnya sama saja dengan yang bermain buruk, buang-buang waktu tapi menang.

Sama dengan derby barusan. Juventus memang tidak bermain buruk. 

Sejatinya Inter memang bermain hampir dominan. Selisih penguasaan bolanya hanya 53,2 % berbanding 48,8%. Inter memang menghasilkan 14 kali tembakan, sedang Juventus hanya 8 kali. Inter juga punya kans bikin gol yang gagal.

Di laga yang berakhir 2:0 ini, Juventus tampil lebih solid dan efektif dengan babak pertama yang monoton tak ada tobatnya: frekuensi serangan dari sayap kanan. 

Nyonya Tua lebih efektif sebab dua serangan balik yang digerakan Kostic di sisi kanan pertahanan Inter Milan. Asis pertama berhasil dieksekusi Rabiot. Yang kedua, Juve beruntung karena memiliki Nicolo Fagioli. 

Pemuda kelahiran 12 Februari 2001 ini telah menghasilkan dua gol yang mengamankan 6 poin. Terlebih-lebih golnya ke gawang Lecce yang mengingatkan umat manusia pada cara seorang Del Piero membuat gol.

Fagioli, seperti Mireti, mulai diberi banyak menit bermain. Mereka tidak berdua saja, ada juga Samuel Illing Junior dan Matias Soule. Daftar anak-anak muda ini adalah berkah di balik musibah cederanya gelandang senior seperti Pogba dan McKennie. 

Mereka telah berkembang sebagai opsi melawan kebuntuan. Setidaknya, menghadirkan kesegaran dari para senior mereka yang mungkin sedang terpapar lelah, jenuh dan bermain sekadarnya. 

Sementara di Inter, konsistensinya belum cukup teruji. Para kompetitor domestik seperti Lazio, AC Milan, AS Roma, dan terakhir Juventus berhasil mengalahkan mereka. Dalam daftar ini, ada juga Udinese.

Inter juga terlihat belum menemukan keseimbangan antara persaingan domestik dan liga Champions. Belum cukup stabil sebagaimana Napoli dan AC Milan sejauh ini.

Karena itu, bagaimana musim ini akan berakhir dengan 5 kekalahan sejauh ini?

Pada 9 November, Dzeko, dkk akan menghadapi Bologna. Partai ini mungkin bisa jadi momentum kembali pada jalur kemenangan. Hal ini mesti dipenuhi karena sesudahnya, pada tanggal 13, mereka harus bertandang ke Atalanta. 

Atalanta, dengan sepak bolanya yang tidak berubah, memang masih sama angin-anginan.

Anak asuh Gian Piero Gasperini ini cuma berada satu garis di atas Juventus. Hanya unggul tipis 1 kali lebih banyak dalam koleksi kemenangan. Gewiss Stadium bukan markas yang angker. Hingga pekan ke-13, Atalanta sudah dihajar Napoli dan Lazio.

Maka dari itu dua kemenangan sebelum liburan World Cup, Natal dan Tahun Baru sudah semestinya diraih Inter Milan. 

Masalahnya tidak karena kegagalan hanya akan membuat mereka terlempar lebih jauh dari persaingan juara. Akan tetapi lebih dikarenakan kesulitan menemukan formula yang tepat dalam mengelola musim yang masih panjang. 

Simone Inzaghi sendiri, sebagaimana Spaletti di Napoli, memang memainkan sepak bola menyerang yang atraktif. Bersama mereka Inter dan Napoli cukup bertaji di kasta tertinggi liga para juara Eropa. 

Keduanya adalah generasi yang menolak konservatisme seperti Allegri di Juventus. Tapi, apakah ini bakalan cukup hingga akhir musim?

Maksud saya, musim ini sudah seharusnya menjadi kans paling besar dari keduanya. Musim dimana mereka harusnya bisa mencapai puncak dan menjadi juara yang meyakinkan. Sebagaimana Pioli di akhir musim yang lalu.

Jika Serie A dimenangkan Inzaghi atau Spaletti itu sama mengatakan menangnya sepak bola menyerang di jazirah Italia--ini poin besarnya. 

Ketimbang Serie A akan dimenangkan AS Roma (yang jelas utopia), termasuk yang segolongan dengannya: Juventus mazhab Allegri. 

Masalahnya Inter Milan sudah terlalu sering inkonsisten sejak musim lalu. 

Mungkin mereka merasa sudah cukup seperti Inter Milan di kepala Mikhitaryan. "Kadang-kadang kami lupa bertahan, karena itu kami kalah," katanya sebagaimana dilansir Football Italia. 

Untuk laga-laga sepenting melawan Juventus, Anda tidak boleh kalah. Itu bukan cuma perkara poin, tapi juga marwah, bos!

"Kami adalah Inter Milan, kami masih akan berkembang, karena bakatnya ada di sana."  Tegas pemain yang diboyong dari AS ROma ini. Bakat untuk tidak juara?

Kata-kata yang senada keluar dari Simone Inzaghi. 

"Jelas, kami memainkan pertandingan tandang yang paling sulit, tetapi kami harus berkembang. Juventus memiliki tiga tembakan tepat sasaran dan mencetak dua gol. Kami memiliki peluang terbaik dan tidak mencetak gol, jadi kami harus berkembang. Kekalahan ini memperlambat kami dan mungkin itu tidak pantas, tetapi ini adalah sepak bola. Tidak mencetak gol di babak pertama adalah penyesalan besar."

Semua yang kalah selalu mengulang kalimat yang sama. Musim masih panjang, kami masih akan berkembang dan berjuang! Semua juga bilang begitu. 

Faktanya bapak-bapak sekalian sudah 5 kali kalah!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun