Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Memberi Batas pada Kerumunan, Gimana Caranya?

3 November 2022   16:24 Diperbarui: 3 November 2022   17:22 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada suatu ingin di sebuah masa, terbit angan-angan seperti ini. Angan-angan yang kontra kerumunan. 

Saya ingin menikmati Iwan Fals atau Kla Project bersenandung, tapi hanya untuk saya sendiri. Saya mengharuskan totalitas khusyuk di hadapan musik mereka. Kira-kira serupa yang dilakukan Nagita Slavina kala memberi kado ultah kepada Raffi Ahmad. 

Nagita mengundang Pongky Barata dan Fiersa Besari bernyanyi, khusus kepada suaminya. Ada uang, tidak penting lagi kemungkinan. Sultan mah bebas!

Angan-angan saya tentu saja geliat batin yang norak. Ekslusivitas yang mengada-ada; utopianisme yang tidak seliar Thomas Moore. Yah, namanya juga manusia dari garis menengah ke bawah. Mengapa harus berangan-angan dengan peristiwa miskin yang ramai?

Karena itu, perjumpaan dengan kerumunan besar, semisal dalam festival atau konser musik tidak pernah terjadi secara faktual. Demikian juga ketika pergi ke stadion atau pasar malam. 

Pernah sekali berada di tengah kerumunan berukuran sedang. Yaitu pada saat meninggalkan stadion sesudah Persipura bermain. Kerumunan yang mengular menuju pintu keluar. 

Pernah ada di kerumunan pasar malam. Niatnya mau kencan perdana, eh, gebetannya terlanjur didahului. Bangke.  

Pernah sekali berada di tengah kerumunan massa yang datang dengan berupa-rupa bendera dan atribut. Saat itu harga BBM dinaikan dan lautan protester berkumpul di depan istana negara, Jakarta. Presidennya masih SBY. 

Ini mungkin pengalaman yang agak seru-seru lugu bersama "kerumunan politik". Sempat terjadi kericuhan kecil, chaos, lantas kembali normal karena masing-masing massa meredam dirinya. 

Pernah di suatu malam pergantian tahun di Manado. Saya berjalan kaki menuju sebuah asrama mahasiswa setelah hari yang melelahkan demi berdagang terompet. Tapi hanya sekadar melintasi kerumunan yang berjoget dengan bau cap Tikus menyengat-sumpah nih! Selain udara yang dipenuhi  asap mesiu dari petasan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun