Hari ini adalah terakhir saya berbagi semangat di Mandala. Sejak itu, saya tidak pernah lagi pergi ke stadion hingga detik ini. Saya tidak memiliki antusiasme seperti ketika pergi ke Mandala demi "Mutiara Hitam".
Pernah sebelum pandemi, saya berkunjung ke Gelora Sriwijaya di Palembang. Saat itu sisa-sisa perhelatan Asian Games 2018 masih berjejer dengan gagah. Saya berdiri di depan salah satu gerbangnya, takjub melihat rumput dan tribunnya.Â
Hanya sampai di gerbang saja, tidak lebih.
Sebagaimana di satu hari di depan Gelora Bung Karno, hanya berdiri di depan gerbang dan menatap takjub ke dalamnya. Saya hanya menyimpan Mandala di hati walau Persipura kini pindah ke stadion yang baru. Mandala selamanya.
***
Sedikit cerita kenangan akan stadion Mandala sama sekali tidak bermaksud untuk menunjukan bahwa saya adalah golongan suporter yang tertib. Saya hanya ingin bilang jika di Mandala, sepak bola dan Persipura membuat kita semua bersatu. Kita semua larut dalam cinta, tak ada politik yang memecah belah.
Datang ke Mandala walau dalam waktu yang singkat adalah pelajaran bahwa sepak bola bukanlah rumah bagi tragedi. Sepak bola dan para pecintanya tidak boleh menjadi pertaruhan dari salah urus dan buruknya tata kelola organisasi pertandingan. Apalagi mesti menanggung penderitaan karena pudarnya sportivitas dan cinta. Â
Duka kita untuk Kanjuruhan bukanlah kesedihan yang mudah lapuk seiring waktu, berjalan dalam ingatan yang menyusut.
Tragedi Kanjuruhan sudah semestinya menjadi tragedi terakhir. Tidak boleh ada lagi tragedi lainnya karena sepak bola di Indonesia.
Semua kelompok suporter sudah seharusnya menjadikan tragedi ini untuk bersatu padu, kembali meletakkan cinta dan penghormatan pada sesama manusia sebagai inti nilai tertinggi yang membawa kita ke stadion.Â
Mencintai sesama adalah dasar yang melarutkan kita semua dalam sorak-sorai yel-yel. Tidak lagi ada rivalitas yang saling memangsa, brutal dan rasisme yang menjijikan.
Dan terutama kepada bapak-bapak yang berkuasa. Bekerjalah untuk mengusut tuntas tragedi ini. Tegakkan keadilan setegak-tegaknya, seterang-terangnya.Â