Paling sederhana, apa yang dilakukannya bersama Real Madrid subuh tadi adalah buah dari pengalaman yang panjang. Kematangan yang telah teruji dan sulit dicari tandingannya.Â
Tidak banyak nama lain yang juga memiliki kapasitas menjuarai liga Champions namun berbeda dengan Ancelotti, mereka tak selalu mampu berada di level pelatih elite Eropa.
Jose Mourinho misalnya. Sebagai pelatih juara Champions, lihat apa yang sedang dijalaninya sekarang ini. Sesudah masa singkat proyeknya di Man United, dia gagal lagi di Hospurs. Sekarang bertarung nasib lagi di Italia dengan AS Roma yang lagi-lagi tak mampu masuk golongan "the Big Four".Â
Satu-satunya pertaruhan terakhirnya musim ini adalah menjuarai liga Eropa. Mou seperti pelan-pelan tinggal cerita. Tapi tidak dengan Ancelotti yang juara di lima liga top Eropa: Italia, Inggris, Spanyol, German dan Perancis. Dia masihlah jaminan juara di level para elite.Â
Seperti subuh barusan, Ancelotti sukses menciptakan keajaiban.
Pada mulanya, Benzema, dkk tidak banyak berkembang di babak pertama. Mereka kalah dalam kontrol terhadap permainan. Termasuk tak mampu menciptakan sebiji saja sepakan ke gawang.Â
Walau begitu, mereka tetap kokoh di belakang dan relatif sukses menetralisir agresivitas taktik Pep Guardiola.Â
Hingga menit ke-73, ketika Riyad Mahrez membuat sepakan melengkung yang indah. Sepakan yang memaksa Courtois cuma boleh menangkap udara kosong. Ketegangannya adalah 20 menit tersisa bukanlah waktu yang lama.Â
Perubahan apa yang bisa dilakukan Ancelotti dan berdampak nyata?
Don Carlo memilih menyuntikan darah muda. Dimulai dari menggantikan Kroos dengan Rodrygo pada 5 menit sebelum gol Mahrez. Rodrygo adalah anak muda Brazil yang baru berumur 21 tahun. Kemudian disusul penggantian dua partner inti Kroos di tengah, Casemiro dan Modric.Â
Seluruh penikmat sepak bola mahfum, Kroos-Casemiro-Modric adalah poros dari stabilitas dan kontrol. Mereka adalah jantung dari capaian Real Madrid di beberapa musim terakhir. Dan Don Carlo memilih mengambil risiko.