Ketika Antonio Conte memilih bekerjasama dengan Tottenham Hotspurs, pertanyaan seperti ini mungkin muncul di kepala Anda. Â
Mungkinkah bersama pelatih langganan juara Serie AÂ ini, Harry Kane, dkk bakal kembali atau bahkan melampaui versi terkerennya seperti di era Pocchetino? Bukankah di tangan pelatih juara Eropa seperti Jose "Bacot Gede" Mourinho pun tak lebih dari narasi keterpurukan yang berlanjut?Â
Lantas Conte bisa apa? Mungkinkah musimnya yang singkat dan sukses di Chelsea bisa direplikasi di sini?
Conte sejatinya memulai episode keduanya di tanah Britania Raya dengan hasil yang bikin salut. Tangan dinginnya berhasil membuat Harry Kane, dkk kembali ke performa yang selayaknya. Conte menjadi manajer pertama di Spurs yang sukses tak kalah dalam 7 pertandingan awalnya.Â
Hasil positif ini membuat mereka kembali sebagai dihitung sebagai kompetitor yang serius sesudah hari-hari hambar dalam besutan Nuno Espirito Santo.Â
Lantas tiga kekalahan beruntun itu--dari Chelsea, Southtampton dan Wolverhampton--terjadi. Tiga kekalahan beruntun di pertarungan domestik membuat sistem Conte segera terlihat mengalami guncangannya.Â
Apa yang sedang terjadi dengan sistem bermain yang memiliki track record kampiun di Italia dan Inggris ini?Â
Salah satu alasan yang mengemuka bersumber dari penilaian bahwa kerja transfer Tottenham Hotspurs di bursa transfer Januari tergolong buruk. Manajemen tim berjuluk "The Lilywhites" hanya mendatangkan pemain muda tanpa pengalaman ke liga paling kompetitif di muka bumi. Mereka ditinggal 4 pemain penting dan mendatangkan dua anak muda dari Serie A.Â
Terhadap kebijakan tersebut, sebagaimana dicuit oleh akun twitter Fabrizio Romano, Antonio Conte bilang begini.Â