Dalam sepekan terakhir, saya harus terbang ke wilayah Timur Indonesia. Penerbangan jarak pendek melintasi gugusan awan dan pulau-pulau yang syahdu.
Pertama, ke Ternate. Kota di kaki gunung Gamalama yang landmark-nya dibentuk dari jejak kolonial dan ambisi kekinian menjadi kota jasa dan perdagangan. Di perjumpaan keduanya, ada masa lalu traumatik karena konflik komunal yang menyertai bangkrutnya rezim Soeharto.Â
Kemudian melanjutkan terbang ke Manokwari. Dari Manado, penerbangan ke Manokwari lebih ringkas. Hanya perlu sekali transit di Sorong. Waktu tempuhnya juga lebih pendek. Hanya menghabiskan 1 jam 40-an menit.
Manokwari adalah kota pantai yang menjadi ibu kota propinsi Papua Barat. Propinsi ini menggunakan burung kasuari sebagai ikonnya. Selain itu, Manokwari adalah kota dengan bentang pantai yang indah, terutama jika melihatnya dari udara.Â
Tapi di sini, ambisi "penguasaha" (baca: persilangan penguasa dan pengusaha) menjadikannya sebagai kota dengan imajinasi jasa dan perdagangan level metroplis belum menjadi "ideologi dominan". Tidak seperti Manado, misalnya.
Memilih terbang di musim pandemi adalah menyediakan diri kedalam prosedur yang melelahkan, tak jarang memelihara kecemasan dan kejengkelan sekaligus, tapi harus ditaati demi kebaikan umum.Â
Seperti harus melewati tes antigen jika Anda sudah dua kali vaksin. Jika baru sekali, harus memiliki dokumen hasil tes PCR yang negatif. Menginput data penerbangan (nama, NIK, pesawat, nomor kursi, bandara asal dan tujuan) ke dalam aplikasi pemantau Peduli Lindungi, kemudian melakukan validasi sebelum boleh mengantri di depan konter check-in.
Jika baru tiba di Manado, Anda masih harus dites antigen lagi sebelum diperbolehkan keluar dari bandara.Â
Bayangkan saja penerbangan ke Manado adalah perjalanan super penting. Misalnya Anda akan menikah dengan perempuan yang telah menunggu bertahun lama. Anda terbang dari Jakarta sesudah malam yang gelisah.
Sesampainya di Bandara Sam Ratulangi, hasil antigennya positif. Anda terus dilokalisir oleh satgas ke rumah singgah untuk isoman. Sementara akad nikahnya tinggal 3 hari di muka. Tidakkah akan terbersit di benak Anda menjadi pasangan kedua yang bikin acara nikahan di metaverse sesudah dua sejoli dari India?Â