Saya tidak sedang berdua saja bersama ibu. Ada juga pegawai kantoran yang baru selesai berolahraga dan memilih sarapan ke sini.
"Mo pake papeda?" tanya salah satu ibu yang masih mengenakan celemek. Ibu yang melayani kedatangan tamu yang lapar.
"Tarada, ibu."
"Saya," jawab ibunya sopan. Menggunakan kata "saya" adalah bentuk kesopanan terhadap mitra bicara yang hanya ditemukan di Ternate.Â
Sesudah mencuci tangan di wastafel, saya bergegas menuju meja. Tak banyak cakap, tak bisa lagi berlama-lama. Hanya ingin segera tenggelam kedalam lautan kenikmatannya.Â
Saya mengambil singkong rebus dan sayur jantung pisang. Menambahkan sesendok sambal dengan aroma bawang yang kuat. Sedikit pedas. Lalu sepotong ikan bobara dari kuah kuning. Pelan-pelan menyuapkannya ke dalam mulut yang memendam ngiler.Â
Pertemuan antara sambal, singkong rebus, lembut daging ikan bobara dan sayur jantung pisang begitu sempurna. Walau dominan asin, rasanya juga segar dan berkarakter "mana lagi": sesudah disuap, dicari lagi!
Sesudah itu, saya mengambil pisang yang agak manis dengan sedikit rasa gurih dari rebusan santan. Sebagaimana yang pertama, saya mengulang lagi.Â
Selanjutnya saya mencoba potongan terus kecil yang dicelupkan kedalam saus kacang. Menambahkan potongan ikan. Lalu menyuapkannya. Satu-satunya yang kurang adalah warung ini belum menyiapkan gohu ikan.Â
Saya menikmati sungguh-sungguh setiap suapan sampai terasa sudah harus berhenti. Alhamdulillah.
***