Saya tinggal di kaki gunung Klabat--yang salah satu kisah pendakiannya bisa dibaca di sini-- yang selalu sejuk. Apalagi di musim penghujan seperti sekarang ini, airnya segera akan terasa baru dikeluarkan dari kulkas.Â
Sebagai nomad yang baru menyelesaikan perjalanan Timur ke Barat, tidak banyak tempat yang pernah saya datangi memiliki anugerah air yang seperti ini.Â
Ini baru soal air bersih di bawah gunung yang memiliki ketinggian 2.020 meter. Belum lagi letaknya yang berada di antara jalur Manado-Airmadidi-Bitung.Â
Manado yang sedang tumbuh menjadi pusat konsumsi baru dan Bitung yang berkembang sebagai kawasan pelabuhan laut yang sibuk dan penting, saya merasa sedang berada di dua lokomotif yang sedang adu cepat. Ada hiruk-pikuk, kemacetan dan mobilitas (ambisi) manusia yang berkejaran setiap pekan.Â
Maksud saya, di Airmadidi, masih tersedia hidup yang tidak selalu bergegas. Agak romantik, sih. Yang jelas saya masih menemukan para peladang dan hasil kebun mereka seperti pepaya, jagung, ubi hingga buah-buahan serupa pisang, rambutan dan durian yang dijajakan di pinggir jalan.Â
Atau kalau menyusuri jalur Airmadidi ke Likupang (yang kini dipersiapkan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus Pariwisata Super Prioritas), kita akan menemukan para peternak mujair dan kolam yang mengalir sepanjang waktu.
Jejak peladang dan peternak mujair ini bergantian hadir di tengah ekspansi perumahan baru, restoran ikan bakar dan kedai kopi. Airmadidi seperti rumah yang meletakkan segala kesibukan di luar halaman. Rumah bagi jeda terhadap irama urban.Â
Saya juga sesekali mendaki ke bukit kecil di sebelah Klabat. Kaki Dian namanya. Dari elevasi sekitar 400 mdpl, saya bisa melihat teluk Manado yang gagah menghadap ke Pasifik. Perasaan yang tak bisa saya dapatkan ketika berada di Manado lantas menghadap ke Klabat.
Melengkapi semua kebaikan bentang alam di sekitar gunung Klabat, saya juga dilindungi kehidupan sosial yang cukup hangat.Â
Di sebuah kompleks dengan jalan kecil beraspal kasar yang menyambungkan ruas jalan Soekarno dan jalan raya Airmadidi-Bitung, rumah kami bertetangga dengan 5 orang kepala keluarga. 4 di antaranya advent. Mereka memang tak merayakan Natal.Â