Dia pergi ke wastafel. Membungkuk, merangkum air di telapak tangan lalu membasuh ke wajahnya yang letih. Wajah misterius yang berhari-hari memenuhi pikirannya ada di sana. Menatapnya dengan seringai yang puas. Matanya yang bundar seperti hendak meninggalkan cangkangnya.Â
***
Kamis. 15:00:00.Â
Ajudan Komisaris Polisi Ansar dimakamkan di bawah gerimis. Dia ditemukan anak buahnya pada dinihari dengan leher yang menganga sobek. Seperti para korban di Pojok, tanpa darah yang berceceran. Seperti sudah mati sebelumnya.
Seorang kolega membaca riwayat hidupnya. Tak banyak yang tahu jika Ansar kecil hidup dari keluarga kaya yang berantakan. Ibunya meninggal karena menegak racun sesudah mengetahui ayahnya memelihara asmara dengan pembantu mereka yang semampai.Â
Ayah dan ibu tirinya kemudian menghilang dari kota kecil ini, mengambil banyak tabungan, dan meneruskan hidup dengan identitas yang baru. Sebagai orang kaya pemilik bisnis roti yang sering menyantuni anak-anak di miskin dan terlantar. Tak memiliki anak biologis. Mereka hidup dengan perasaan berdosa.Â
Sebagai anak tunggal, Ansar dibesarkan oleh adik ibu. Yang juga mengawetkan dendam karena pengkhianatan kakak iparnya. Kemudian didiagnosa sakit jiwa sebelum Ansar bersusah payah lulus dari sekolah kepolisian.Â
- TAMAT-
Karya ini diikutsertakan dalam rangka mengikuti Event Rumah Pena Inspirasi Sahabat untuk memperingati Hari Pahlawan tahun 2021.