***
Senin. 13:20.Â
"Kami masih terus melakukan penyelidikan. Para korban sedang diotopsi dan diperiksa sampel DNA. Dugaan sementara ini pelakunya berjumlah satu orang."
"Apa kira-kira yang menjadi motifnya, Pak. Mengapa begitu sadis?"
"Belum bisa kami sampaikan. Untuk sementara, seperti ini dulu, ya."
 Polisi sesungguhnya belum memiliki petunjuk yang kuat. Satu-satunya yang jelas, semua korban meregang nyawa dengan leher sobek menganga. Hampir putus. Tapi tak ada darah yang berceceran. Seolah saja mereka telah mati sebelum disembelih.
Petunjuk kedua, semua korban menerima pesan berantai yang meminta mereka datang ke Pojok. Termasuk dua musisi, pramusaji dan seorang barista. Pesan yang dienskripsi. Sisanya, tak ada saksi mata di malam yang naas itu.
"Semoga rekaman CCTV bisa memberi sedikit petunjuk. Pembunuhan ini benar-benar membuatku buntu." Ansar bicara kepada tim kecilnya. Dia belum lagi tertidur. Horor di kafe Pojok tengah menguji kredibilitas kepolisian di kota kecil ini.Â
"Saya meminta Anda semua bisa membereskan kasus ini dalam seminggu. Kita tidak bisa menunda-nunda!"
Pesan pimpinan adalah ultimatum yang tak bisa dinegoisasikan. Semua warga menunggu dengan cemas. Pewarta masih saja berkemah di jalanan depan kafe dan halaman kantor kepolisian. Hanya ada satu kabar yang ingin diberitakan.Â
Kehidupan di kota kecil ini mati suri. Baru akan dimulai lagi sesudah kekejian ini menemukan dalangnya.Â