Usually, when sailors are in stormy seas, they can always find the way out. That's what we did tonight with a great game against the Champions of Europe Max Allegri (dikutip dari Football Italia)
Para bos Juventus akhirnya memutuskan memulai musim 2021/2022 dengan opsi yang konservatif.
Hal mana ditandai dengan, pertama, ketidakcukupsabaran menghadapi instabilitas khas transisi paskadominasi yang dilakoni oleh dua suksesor, coach Sarri dan Pirlo. Dua suksesor yang jika ukurannya gelar, bukanlah keputusan yang buruk-buruk amat.
Kedua, memilih mengembalikan Max Allegri, sang penguasa 4 musim beruntun dengan dua final liga Champions yang "masih harus diperjuangkan dengan lebih keras dan keras lagi" (demikianlah cara membahasakan kekalahan beruntun yang tragis).
Sesudah dua musim hilang dari orbit teratas Serie A, apa yang bisa diharapkan dari allenatore yang kini tak memiliki superstar serupa CR7?
Di tahun masih bertarung melawan pandemi Covid-19 ini, "La Vecchia Signora" dan Allegri juga tak luput dengan keharusan adaptasi. Dalam rangka itu, Juventus harus menderita 2 kekalahan menjengkelkan di awal musim, kalau bukan mencemaskan banyak Juventini. Kalah dari Empoli di markas sendiri dan Napoli di stadion Diego Armando Maradona.
Walhasil, Dybala, dkk sempat terlempar di papan bawah---menjadi bagian dari semenjana yang bertahun-tahun melawan ancaman degradasi semata. Juventus lalu disebut menjalani start buruk sesudah musim 1961/62. Di musim orde baru belum menetas ini, dari 34 laga, Nyonya Tua cuma bisa menang 10 kali, 15 kali kalah dan sisanya seri. Omar Sivori, dkk berakhir di posisi 12!
Masalahnya, di kota sebelah yang penuh gairah melanjutkan sejarah mengkudeta kaisar, pergantian pelatih malah menghadirkan performa positif yang lebih meledak lagi konstan.
Inter Milan, misalnya. Di tangan Simone Inzaghi, bermain lebih agresif dan atraktif. Lukaku yang pergi dan meningalkan luka di hati Interisti karena ternyata lebih cinta Chelsea, tidak menjadi ketergantungan yang serius. Dzeko yang sudah masuk ukuran tuwir masih bisa bermain sangar.
Lalu AC Milan, yang masih rukun dengan Om botak nan modis, Stefano Pioli. Demikian juga Napoli yang di tangan Luciano Spalleti kini memimpin puncak klasmen. Semua memulai musim dengan "on fire". Oh ya, tiga nama ini disebut karena tengah berada di tiga besar.
Dus, bagaimana AS Roma dengan "The Special One"? Sempat membuat Romanisti mabuk kemenangan, "I Lupi" tak butuh waktu lama guna menabung dua kekalahan. Dari Verona dan musuh dunia akhiratnya, Lazio yang ditangani rezim Sarriball. Euforia mendadak kembali ke tanah. Dibanding Juventus, Roma hanya lebih baik karena belum mengumpulkan hasil seri.