Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

#3 Laksana Butir Hujan di Pucuk Kasbi

16 Januari 2021   00:30 Diperbarui: 16 Januari 2021   00:38 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
[Foto Dokumentasi Pribadi]

Selamat Malam, Diari!

Gimana kabar hari ini--masih hujan, sedikit angin dan awan mendung berkuasa dimana-mana? 

Hari ini 15 Januari. Sepanjang hari saya hampir tidak kemana-mana. Selain hujan juga cuaca dingin, saya dihadapkan dengan deadline. Bukan jenis wartawan, ini hanya kerjaan rutin sebagai juru catat percakapan-percakapan. Saya suka sekali mencatat percakapan-percakapan dan menjumpai banyak karakter di sana. 

Hari ini, saya hanya keluar sebentar untuk dua kali makan. Saat sarapan dan saat makan malam. 

Oh iya, saya punya tempat sarapan baru. Tempatnya sih sudah lama ada di situ. Saya senang di situ, terutama menyesap aroma jeruk nipis di dalam sop Tangkar yang tajam dengan rebusan daging yang lembut. Apalagi jika disandingkan dengan rempeyek kacang juga potongan perkedel jagung di atas nasi putih. Tentu saja sesudah mandi dan gosok gigi. 

Warung ini dipimpin seorang ibu dengan 4 karyawati. Mereka melayani pelanggan hingga sore hari. Ada ASN yang sering datang dan makan di situ. Termasuk juga karyawan swasta dan para supir antar kota. Warung ini memang menjual makanan khas Kalimantan Selatan--semoga semua keluarganya baik-baik saja di sana. 

Sudah dua hari ini ada yang berbeda di sana. Bukan pada sop Tangkarnya. Tapi minuman yang saya pesan. Rasanya seperti sirup ABC dan bukan perasan jeruk hangat. Tak mengapa, asal masih mengandung vitamin C dan berasa jeruk, bukan berasa patah hati saja. Memesan jeruk hangat dan menikmati sirup ABC, mereka sudah berbeda sejak alasannya diciptakan, bukan?

Sesudah itu, saya kembali ke kamar sewaan yang kini lebih sering sejuk. Menyalakan laptop, memutar rekaman dan mencatat percakapan-percakapan di sana. Keheningan seketika berpendar dan sesekali diselingi bunyi tuts keyboard. Hingga hujan kembali turun perlahan dan seorang kawan datang. Dia datang dengan membicarakan kesedihan dan kemalangan beruntun di awal tahun.

Membicarakan sesuatu yang menyesakan dada sedang kita seperti tanpa daya terhadapnya. Dengan bebas dan suka-suka, dia datang mengambil apa saja yang ingin diambilnya. Percakapan seperti ini, selalu ingin saya hindari. Tapi...

Kita memulai perjalanan dengan tahun yang pedih, Diari. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun