Siapa yang mencari cinta sampai ke sini?
Saya sudah berkali-kali menunggu senja di sini. Di tepi Mendawai, sebuah desa kecil yang menjadi pusat administrasi kecamatan Mendawai, Katingan, Kalimantan Tengah.Â
Sebagai ibukota kecamatan, Mendawai hanya punya 5 rukun tetangga dan satu dermaga kecil yang memberangkatkan orang-orang ke Sampit atau ke Kereng Pakahi, pelabuhan transit menuju Kasongan yang terletak di hulu sungai. Ada dua pasar desa, warung makan dan penginapan kecil yang saling berdekatan.Â
Karena itu lingkungan di sekitar dermaga boleh disebut sebagai sumbu perputaran ekonomi. Putaran ekonomi yang ditopang juga oleh hasil bumi yang dikirim dari desa-desa transmigran di sekitarnya.
Jika Desember sedang normal, dari desa-desa tetangga ini datang rombongan cempedak yang merawat kerinduan pada rasa manis dan harumnya. Sayang, kali ini musim sedang ganjil. Tak ada rambutan juga durian. Senasib secempedak.
Sesekali saya menunggu senja dengan membayangkan bait pembuka dari "Senja di Pelabuhan Kecil" milik Chairil Anwar:Â
Buat Sri Ajati
Ini kali tidak ada yang mencari cinta
di antara gudang, rumah tua, pada cerita
tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut
menghembus diri dalam mempercaya mau berpautÂ
Saya mengenangkan cerita-cerita dari masa lalu dari memori bersama warga. Cerita yang diulang kenangannya oleh warga desa. Juga jejak cerita yang sudah menjadi bagian dari sejarah saya. Sekurangnya dalam 4 tahun terakhir.Â
Perjalanan panjang selalu berusaha menyadari alasan pertama kali tiba di suatu tempat. Saya jadi mengenang, kedatangan pertama kali disebabkan menjadi bagian dari rencana yang tidak muluk-muluk.Â