Post-Macth
Melampaui situasi internal Juventus dan kesenangan yang terjaga dalam dua pekan, saya rasa kemenangan ini juga menambah bobot kompetitif yang dirindukan dari Serie A era 80-90an. Ketika Serie A adalah kiblat sepak bola dengan nama-nama berbahaya seperti Maradona, Platini, Gullit, Basten, hingga generasi George Weah, Batistuta, Ronaldo, Crespo, Nakata, Zidane dan Del Piero. Juga pelatih-pelatih berlevel World Class: Trapattoni, Lippi, Capello, dan Ancelotti. Nostalgia yang kini seperti masa lalu yang hilang.
Di klasmen pekan ke 11, Milan tinggal berjarak 3 poin dari Inter, 4 poin dari Napoli dan Juventus. Tidak lagi urgen siapa yang berada di puncak saat ini. Jauh lebih gregetan menjadi saksi siapa yang paling konsisten menjaga momentum kemenangan hingga akhir musim. Sebab itu, Juventus dalam proyek Pirlo jauh lebih menarik dimaknai sebagai "pergulatan konsistensi dari rasa lapar kemenangan."
Ini jauh lebih bermakna karena mengajak kita berdebar-debar melihat sejarah sebuah tim membentuk dirinya di masa pandemi. Menikmati bagaimana sebuah cara pandang mewujudkan identitasnya di tangan seorang pemula yang baru lulus sekolah pelatih sepak bola.Â
Jauh lebih penting melihat bagaimana kenyataan diciptakan, bukan?***Â
#ForzaJuve #FinoAllaFine
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H