Petaka dimulai ke menit 57. Asis McKennie yang baru saja bikin gol indah di Camp Nou membuat Dybala kembali bikin gol dengan kaki kirinya yang sempat tersesat itu. Right man in the right place, kata sang komentator. Sebiji gol yang dirayakan Dybala dengan kata-kata, "Saya berharap gol ini boleh memberikan kepercayaan diri."Â
Gol yang penting untuk mengembalikan Dybala sebagai pribadi yang pantas memakai nomor 10 yang hampir dipensiunkan itu.
Selanjutnya gol datang dari penalti Ronaldo yang membuat Mattia Perin melompat dua kali ke ruang hampa terasa hidupku tanpa dirimu. Penalti yang diciptakan oleh kegigihan meraih hasil positif. Juga yang sama hakikinya, dua gol ini menunjukan kolektivisme yang enggan kehilangan momentum sesudah gol balasan Sturaro. Gol balasan yang spontan memunculkan gumaman, halah, ujung-ujungnya imbang lagi! Ternyata batal terjadi. Â Â
Gol penegas bagi tiga poin juga penting sesudah keberhasilan juara grup Champions League di tengah komedi tragis Inter Milan. Kemenangan 3:1 yang menunjukan si Nyonya Tua tidak berleha-leha sesudah meredam tiqui taca olahan Meneer Belanda. Dari layar kaca dan kesendirian melawan kantuk, Juventus paska-penghancuran Barca jelas mengirim pesan ingin dominan. Dan usaha mereka berhasil.Â
Situs Whoscored merekam data jika penguasaan bola Juventus mencapai 70%. Mereka juga boleh menciptakan 18 kali tembakan dengan 10 kali tepat sasaran (on target). Kesimpulan yang tak kalah pentingnya, inilah Juventus rasa lapar itu. Juventus dengan hasrat menang dan pantang surut memenangkan bola sepanjang babak. Tanpa drama apalagi menghalalkan segala cara seperti yang sering kamu tuduhkan itu.
Dan, inilah yang dikatakan Pirlo sesudah pertandingan. Â
"We must continue on this level, with this desire to achieve the result."Â
Kata-kata di atas sudah pasti merangkum ideal, menunjukan etos, menghidupkan hasrat lapar kemenangan sebagai sebuah kolektiva. Tiga kata kunci yang dibutuhkan oleh setiap tim demi mencapai level tertinggi dari kemungkinan yang bisa digapai. Kualitas individual dan fasilitas adalah penopangnya.Â
Makanya di artikel bertajuk Yang Ditunggu Sesudah Drama Pembantaian Barcelona, saya mengajukan tanya, apakah menghancurkan Barcelona adalah momentum Nyonya Tua untuk melesat?Â
Dalam jalur seperti ini, Genoa yang terseok-seok di papan bawah mungkin bukanlah sepadan yang layak dijadikan ukuran. Sepadan sesungguhnya adalah Atalanta yang menunggu di tanggal 16 Desember di Juventus Stadium. Apakah menang, imbang atau justru menderita kekalahan pertamanya. Jadi kita masih akan menyaksikan bagaimana Pirlo terus memberi bukti.Â
Namun, dalam tiga momen kemenangan beruntun ini, tidaklah berlebihan jika dikatakan Pirlo perlahan-lahan menyajikan bukti. Dia datang demi panggilan mengembalikan lagi gairah yang meredup di dalam mazhab Sarriball. Selain mentradisikan sepak bola yang menyerang dan mengepung saat kehilangan bola. Singkat kata, sepak bola yang penuh antusiasme di tengah adaptasi akan "New Normal Life".