Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Perihal "Mulan" yang Batal Menjadi Mahakarya

16 Oktober 2020   07:33 Diperbarui: 17 Oktober 2020   18:55 1864
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Prajurit Mulan di tengah Para Pria/ (Foto: Jasin Boland/Disney via AP)

I know my place. And it is my duty to fight for the kingdom and protect the emperor - Mulan 

Nicholas Barber (BBC Culture) telah menulis ulasan singkat yang meletakan Mulan dalam versi film sebagai adaptasi yang gagal. 

Hal mana jika mengacu pada bentuk animasinya yang pertama kali rilis 1998. Bagi Nicholas, Mulan (1998) adalah mahakarya: menghibur, sangat lucu, memiliki penggunaan sudut dan citra artistik yang jelas, dan feminis. Film ini memberi representasi positif soal karakter orang Asia. Ulasan Nicholas Barber itu boleh dibaca di sini. 

Pada Mulan yang dibintangi keanggunan Liu Yifei dan Gong Li, kesan mahakarya itu redup. Belum lagi kontroversi-kontroversi politisnya. Tapi kita tidak akan membahas yang terakhir ini. Catatan ini lebih sebagai bagian dari kekecewaan Nicholas Barber. 

Mari kita lihat lagi film yang diproduksi Walt Disney Pictures dan berbiaya sekitar 200 juta dolar Amerika.

Kesan pertama yang langsung menyergap adalah Mulan memang tidak kehilangan landeskap kultural yang indah. Ini meliputi gugusan arsitektural yang indah dari warisan peradaban Tiongkok. 

Mulai dari pemukiman keluarga Hua hingga ke istana Kaisar. Termasuk juga desain konstum dan barikade militer hingga protokol di dalam istana. Semua dihadirkan dengan memikat; sesuatu yang telah menjadi ciri yang kuat dalam film-film silat Mandarin. 

Saya duga, poros yang paling penting di film ini adalah kehendak Mulan untuk tetap berdiri di antara tradisi dan pembaharuan. Sayangnya, konflik antara dua problem rumit ini tidak dilukiskan dengan dinamika yang sedikit rumit. Sedikit saja. 

Sebab tema tradisi dan pembaharuan memang tidak pernah sederhana dan lekas-lekas urusannya. Tanyakan saja ke Opa Hassan Hanafi yang dikenal dengan slogan "Kiri Islam" itu. 

Persisnya kira-kira begini. Mulan adalah anak perempuan tertua yang dianugerahi tenaga luar biasa ("chi"). Anugerah yang terlarang karena ia hidup dalam masyarakat feodal-patriakis-kekaisaran; kombinasi sistem menindas yang sempurna. Celakanya, anugerah seperti ini sebagaimana "sesuatu dari langit" tidak bisa direkayasa, dipilih-pilihkan takdirnya. Takdir adalah takdir, leluhur adalah leluhur. 

Leluhur selalu ada di sebuah dunia yang mengawasi generasi hari ini hidup. Mereka selalu dimintai pertolongan ketika keadaan memburuk. Seperti yang dilakukan ayahnya Mulan ketika mengetahui anak gadisnya telah menyamar demi menggantikan dirinya yang sepuh dan pincang. 

Peran serta leluhur dari dunia paska-kematian terhadap hari ini menampilkan apa yang disebut "mentalitas Cargo Cult", seperti yang disebut-sebut eksis dalam kebudayaan Melanesia. Kita bisa bisa menyaksikan narasi sejenis dalam Black Panther. 

Lantas dimana ide pembaharuannya?

Ide ini sudah dimulai ketika Mulan muncul sebagai anak gadis yang mengejar ayam keliling pemukiman. Ia melompati atap, menggunakan ilmu peringan tubuh dan menghancurkan patung Phoenix yang menjadi simbolisasi leluhur keluarga Hua. Mulan bukan anak perempuan yang tertib, anggun, sopan, dan berhati-hati. 

Karakter yang sama berlanjut ketika masa pencaharian jodoh dimulai. Mulan dinilai Mak Comblang sebagai tidak layak. Ia terlalu urakan. Singkat kata, Mulan tidak mewakili apa yang diidealkan sebagai perempuan yang seharusnya dalam keluhuran tradisi. Dari sudut pandang yang antisistem, Mulan sudah menunjukan sifat menentang adat lama. 

Akan tetapi, konflik nilai yang sesungguhnya rumit seperti ini tidak terlalu berkembang dalam runutan alur yang bikin kita boleh bilang sungguh tidak pernah mudah menjadi perempuan. 

Andaipun kamu kayak Mulan, bertubuh ramping, berwajah manis dan berambut hitam panjang di zaman itu (baca: iklan shampo belum ditemukan!). Tidak ada benturan yang membuat Mulan terbentuk dari pergulatan diri, bukan persilatan semata.

Mulan terlalu banyak dianugerahi kebaikan dan kemudahan. Terlalu mudah menjadi pahlawan keluarganya. Seolah saja, dengan memiliki "chi", setengah dunia sudah selesai ditaklukannya. 

Kemudahan seperti ini bahkan tiba di level politik yang lebih tinggi. Ketika Mulan ketahuan berbohong soal identitas kelaminnya, sang Komandan Tun (Donnie Yen) juga cuma bisa mengasingkan. Ketika Mulan kembali untuk mengabarkan rencana sesungguhnya si Bori Khan, dengan begitu mudah ia ditunjuk memimpin pasukan Tung. 

Kata Komandan Tung, loyalitas dan pengorbanan dirimu tidak diragukan. Jadi kamu yang memimpin, kira-kira begitu. Sudah, beres. 

Berangkatlah mereka. Mulan tiba-tiba saja menjadi penyelamat, sang Mesiah dalam perang dimana tidak cukup terlihat mereka sedang dalam marabahaya luar binasa.

Atau, karena Mulan memiliki tenaga dalam super, ia kemudian layak menjadi pemimpin. Sebagaimana rivalnya, Xianniang (Gong Li). 

Kita perlu memberi sedikit porsi pada perempuan yang karena kesaktiannya ini lantas dicap penyihir. Xianniang yang tak kalah anggun ini juga menjadi kepercayaan Bori Khan dengan niat yang lebih radikal lagi. Jika Bori Khan memenangkan kudeta, perempuan harus diakui hak-haknya. Tabu, aib, dan sebagainya yang merantai perempuan karena pengagungan tradisi harus diberangus.

Anehnya idealisme Xianniang buyar ketika mengetahui Mulan diakomodasi dalam sistem militer. Aib yang dilakukannya tak lagi menjadi penghalang untuk memimpin perlawanan istana melawan kudeta. 

Sang penyihir bermata sendu dengan pakaian hitam-hitam ini malah berubah sebagai pendukung Mulan. Dia menyediakan tubuhnya sebagai tumbal dari pencapaian Mulan. Lagi-lagi, Mulan terlalu mudah menjadi puncak. 

Kemudahan paling puncak adalah ketika sang Kaisar (Jet Li) yang tersandera justru memberi support bagi Mulan yang keteteran melawan Bori Khan. Mulan tidak lagi berjudul penyihir atau pelanggar tradisi dalam situasi itu. Dengan kekuasaannya yang mewakili langit, Kaisar memutuskan untuk memberi tempat di pasukan pengawal istana. Posisi paling elite di antara satuan tempur kekaisaran. 

Jalan pembebasan Mulan dari belenggu terlalu mudah dan "kurang politis". 


Menimbang Arah Sebaliknya (?)

Atau, mungkin juga deretan kemudahan dan kurangnya guncangan dalam biografi Hua Mulan di antara "tradisi dan pembaharuan" dikarenakan adanya kesan untuk menunjukan keseimbangan dari perbenturan yang merusak. 

Adanya interes menampilkan narasi bahwa Mulan adalah pencapaian hidup yang dimungkinkan diraih karena kemampuan mengelola warisan tradisi dan agenda perubahan secara pelan dan terukur. 

Pengelolaan yang seimbang, pelan dan terukur ini terlihat pesannya dalam empat nilai dasar yang membentuk sosok Mulan. Loyalitas, Berani, Jujur, dan Keluarga adalah yang utama. 

Kita bisa memahami ini sebagai inti nilai dalam masyarakat Tiongkok yang dalam beberapa tahun terakhir sedang memimpin Asia dalam arus modernitas non-Barat. Siapa yang tahu? 

Jadi, dari arah yang bersebelahan dengan kekecewaan Nicholas Barber, Mulan paska-1998 yang dikerjakan Disney lebih tampak sebagai suara Tiongkok sendiri ketimbang cara pandang Barat terhadap cerita "Ballad of Mulan". 

Barangkali juga dikarenakan adanya petisi bertajuk "Tell Disney You Don't Want A Whitewashed Mulan!" yang menjadi tekanan politiknya. 

Petisi yang diorganisir Natalie Molnar itu mengajak dengan kalimat begini:

Whitewashing, the practice of casting white Caucasian actors and actresses in roles originally meant to be characters of color, is all too common in Hollywood. The Last Airbender, Pan, the upcoming Ghost in the Shell adaptation, and many, many others have demonstrated this problem. Some whitewashed only the main cast members, leaving them inexplicably the only Caucasians among populations (including supposed blood relatives), while others hired white extras as well except possibly a token POC.

Disney just announced it will develop a live-action Mulan film. Take a stand against whitewashing in our media. Sign this petition to tell Disney that we demand to see them cast an Asian Mulan!

Petisi ini telah didukung 112,546 orang dan sukses. Lho, katanya saya menghindari kontroversi politis? Ups.

Jadi, Mulan ini tidak cukup mulus menampilkan keseimbangan tradisi dan pembaharuan jika kita ingin menjadikan film ini sebagai bentuk sinematik dari perjuangan kaum perempuan. Pun sebagai adaptasi live-action, film ini muati dengan adegan silat yang kurang greget. 

Ini menurut saya yang tidak lagi menemukan film silat politik sekelas Hero-nya Zhang Yimou. 

Tabik!

*** 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun