Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Cerita dari Kunjungan Singkat ke "Klinik Kopi"

12 Maret 2020   21:11 Diperbarui: 13 Maret 2020   06:03 488
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Klinik Kopi | Dok. Pribadi

Tapi, belum buka... 

Kami memutuskan untuk menunggu dengan ngobrol sembari ngopi di rumah pertama. Salah neorang pria keluar dan menawari untuk menunggu di sini.  

Dia juga memberikan tiga buat kursi yang sudah dikeringkan jejak air hujannya. Kami masih belum sadar jika laki-laki bertinggi sedang ini adalah mas Pepeng, pria yang menjelaskan asal-usul kopi kepada Rangga di AADC 2. 

Cerita yang lebih lengkap soal Mas Pepeng dan idenya tentang Klinik Kopi bisa dibaca di laman Kompas.com. Saya tidak akan mengulangi bagian ini karena memang tidak cukup waktu menggali informasi. Selain itu, kami terburu-buru. 

Sesudah ngobrol yang kebanyakan membahas masa lalu, tibualah saat mengunjungi target yang semestinya. Klinik Kopi, kami datang!

***.

Pendopo kecil di dalam Klinik Kopi untuk Lesehan | Dok. Pribadi
Pendopo kecil di dalam Klinik Kopi untuk Lesehan | Dok. Pribadi
Sekilas yang teramati pandangan mata, Klinik Kopi bukanlah tempat yang besar. Ada sejenis pendopo kecil dengan lantai dari tehel yang tiang penahan atapnya terbuat dari bambu. 

Pengunjung bisa lesehan dan menikmati kopi yang diracik sendiri oleh Mas Pepeng. Kami rempat ditegur dengan ketus olehnya karena tidak melepas sepatu dan menginjak lantai pendopo yang baru saja dipel. 

Duuh. Sambutan perdana yang bikin ilfil, tapi kopi belum dicoba, ceritanya belum dirangkum dan apalagi kalau bukan foto-foto belum terkumpul. Haghaghag. 

Sekilas, melihat desain tempat yang tidak besar dan terkesan dibatasi, saya lantas menyusun daftar dugaan. Klinik Kopi memang tidak diniatkan untuk sesuatu yang massal. 

Waktu bukanya pun terbatas. Ini mungkin ekspresi dari idealisme pemiliknya, selain konsep eco-friendly. Kami menunggu sekitar 15 menit sebelum semuanya siap dan kami dipanggil masuk. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun