Sebaliknya, yang dilakukan sudah tidak lagi berada dalam fase yang masih membutuhkan peristiwa pengakuan, tepuk tangan atau sejenisnya. (Pahadal kalau ikut lomba, takut gagal finis, hihihi)
Pengorbanan diri yang dilakukan adalah pilihan pada jalan sunyi. Pilihan yang sejatinya, sulit nian. Pengorbanan diri itu lebih kepada mengorganisasikan tubuh, pikiran, daya tahan dan kesetiaan agar bisa bergerak dalam satu kehendak. Satu kehendak yang berusaha tetap tertib pada rencana, target dan waktu dalam berlari. Menariknya, ini dilakukan sebagai hasil dialog dengan diri. Tak ada kumpulan apalagi mentor. Â
Sederhananya, satu kehendak itu bertujuan menjadi tuan atas tubuh dan hasrat sendiri. Dua bagian penting yang sehari-hari bersama namun tidak selalu milik sendiri. Terlebih karena menyadari ada dunia di luar sana dengan kompleksitas ideologi dan kuasa yang tak jarang menjadikan tubuh manusia sebagai "koloni" dari permainan (mesin-mesin hasrat).Â
Tubuh dan hasrat memang tak pernah hidup di ruang hampa (kendali).
Entah demi maksud mencari untung atau untuk menciptakan keseragaman. Entah dengan dalih penciptaan lingkungan budaya (urban) yang lebih terbuka terhadap ekspresi gaya hidup tubuh atau kontestasi dari standar-standar tertentu. Maksudnya, jika kita mundur sejenak, maka pertanyaan dasar yang tidak boleh diabaikan adalah tidakkah tubuh tak melulu berupa perkara biologis?
Keterangan di atas lalu membuat berlari dan kehendak menjadi tuan terbaca sebagai "aksi menjaga kedaulatan" (whaaaattt?!!). Sekurang-kurangnya, aksi yang menyadari jika menjadi bugar bergembira adalah jalan yang sedang memperjuangkan nilai-nilai tertentu. Tidak karena bumi sedang sekarat atau masyarakat gawai sedang meniti jalan pemusnahan diri. Tapi karena dirimu sendiri, dirimu yang tak boleh disia-siakan. Â Â
Maka dari pada itu, hobi berlari memang tidak pernah sederhana. Sekalipun ia hidup di dalam pergulatan seorang amatir yang seolah-olah sedang mencari-cari filosofi untuk memberi "dasar motivasional" bagi berlari sepanjang hayat.Â
Seolah sedang menata jalan menghadapi dunia yang menghadapi obesitas sebagai salah satu pembunuh paling jahat umat manusia. Cieeh.Â
Sebagai subyek amatir yang rentan dengan kejatuhan atau pengulangan kesia-siaan, berlari pada dasarnya bukan deklarasi diri terhadap dunia di luar sana. Bukan juga adu lomba dari mereka yang terkuat atau tercepat. Bukan tentang siapa memenangkan apa dari siapa. Prestasi dari berlari bukanlah daftar kemenangan yang tersimbolisasi dalam medali atau lemari piala.
Bagi seorang amatir, berlari tetap saja perkara diri dan pergumulannya yang sunyi. Berlari adalah bagaimana berkomitmen kepada tubuh dan hasrat untuk tetap berada di jalurnya.Â