It does not matter how slowly you go so long as you do not stop - Confucius
Bacalah testimoni ini dengan kesadaran sebagai pemula. Atau lebih tepatnya amatir.Â
Sebelumnya, saya pernah menunjukan latar belakang bercabang-cabang yang menuntun pada pilihan untuk berlari. Sesuatu yang sebenarnya tidak pernah terencana secara terang sejak awal.Â
Ada dua catatan testimoni perihal ini. Yang pertama, berjudul Berlari, "Healthisme" dan Cerita Seorang Amatir. Di dalamnya, ada kesaksian tentang tekad sederhana membawa tubuh tetap berlari, berlari, berlari saja.Â
Ada perjuangan diri mengajak tubuh agar tetap tabah melewati sesak nafas, keram di sekujur dan provokasi kemalasan. Ada tubuh yang menyadari bahwa berlari adalah ekspresi gaya hidup dan berusaha mengatasi sekadar euforia.Â
Lantas kedua, Madrasah Ramadan dan "Momen-momen Pembebasan" yang Sederhana. Kali ini, catatan testimoninya lebih menceritakan dorongan eksternal yang membuat berlari bukanlah perkara menjaga kebugaran tubuh semata-mata.Â
Sudah tidak relevan lagi memisahkan agar yang tubuh dan yang spirit/kehendak/semangat. Namun, tetap saja, "niat/kehendak yang dimurnikan" harus menjadi syarat yang dipenuhi. Ada yang spiritual di dalam berlari. Wahaii.Â
Dua catatan ringkas itu bisa memberi jendela pandang untuk melihat sejauhmana saya (dalam kehadiran tubuh dan hasrat) menjadikan berlari sebagai salah satu modus untuk menjadi (becoming). Semacam pilihan proses, tentu salah satunya saja, demi menemui diri sendiri yang selama ini mungkin tersembunyi dan tak banyak diajak berbicara. Â
Yang tertuliskan di bawah ini mungkin akan terbaca sebagai cerita mencapai sukses.Â
Apa yang sudah dicapai sejauh ini sebagai "tubuh yang berlari"?