engkau menulis puisi,
dan gelisah.
kata-kata itu tetap saja murung,
menanggung luka. mungkin kutukan lama.
kata-kata itu masih saja marah.
memendam lara. tak banyak sabar tersisa
engkau berbicara agar yang memenjara
boleh terdengar seperti nasihat dan sejarah
engkau bercerita agar yang mengerikan
boleh terbaca seperti dongeng dan pitutur
tapi, siapa bersedia mendengarnya?
//
tadi pagi,
aku menemukan kata-katamu
berkabung di sebuah berita
katanya:
ada seorang penyair
membaca puisi
kemudian hujan deras
sebuah kota terapung
puisi-puisinya menjadi perahu
menantang arus ke hulu. membawa
apa saja kecuali si penyair.
bahkan dengan puisimu,
takdir enggan berkawan.
//
engkau selalu akan
menulis gelisah.
lalu mati,
dalam puisi. hening.
[Petai: Hari-hari menggenapi akhir]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H