Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Menyeleksi Ingatan Saja Tidak Cukup, MyFren!

30 Juli 2019   10:59 Diperbarui: 31 Juli 2019   09:05 465
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Ilustrasi: Shutterstock

Apa urusannya mengeluarkan waktu dari kendali gawai dengan latar belakang "sok emansipatif" laksana itu?

Ya, pertama, menyusuri jalan kota di subuh hari adalah perwujudan dari pertemuan antara tubuh dan ruang kota. Termasuk bagaimana ingatan berdialog dengan riwayat perjumpaan-perjumpaan dengan sejarah perubahan kota yang seringkali tidak menampung ingin dari semua orang. Jadi, menyusuri jalan kota (sembari berolahraga) mungkin boleh membuatmu menyadari siapa kamu di tengah irama hidup kotamu sendiri? 

Kamu bagian yang harapan-harapannya terwakili atau justru harus menimbun dendam diam-diam; kamu bagian dari barisan yang menang atau menjadi pecundang?

Kedua, ini yang paling berbahaya jika kamu adalah sejenis jiwa yang tidak mudah berdamai dengan penderitaan dari masa lalu sebagai orang-orang yang kalah itu. Maksud saya, menyusuri jalanan kota yang sejak lahir tidak pernah kamu tinggalkan, hanya akan membekapmu ke dalam sepanjang jalan kenangan yang isinya cuma kisah-kisah kesedihan. 

Seolah saja segala daftar kesedihan itu terjadi setiap hari, berulang. Seperti tidak ada hari yang baru. Biografimu sesak berasa sendu, seolah "born to be blue!" Kamu tidak bisa menyusuri kota sambil berolahraga dengan wajah berwarna kuyu dan mata yang nanar bukan? 

Kamu ingin berpindah kota tapi tidak cukup memiliki nyali, terlalu banyak perhitungan, atau, sebenarnya dalam riwayat kesedihan yang serasa takdir itu, kamu mulai terlatih merindukannya? Persis kisah si Jhon Wick, kalau gak menyelami sedih, gak hidup namanya!

Berterimakasihlah jika kamu memelihara diri dengan nyali para perantau. Nyali mereka yang melahirkan kesedihan dan kebahagiaan dimana-mana. Konon begitu, heuheu.

Ketiga, sejatinya, kamu tidak benar-benar meninggalkan gawai. Tidak terlalu penting apakah bagi mereka yang baru memulai riwayat di sebuah kota atau sudah karakatan di dalamnya. 

Kamu tetap harus membawa gawai selama ritus menyusuri ruang kota itu terjadi.

Harus tetap ada yang didokumentasikan, selain-tentu saja- gairah narsistik abad-21 milikmu. Maksud saya, di dalam gawai pintar itu berdiam aplikasi yang memungkinkan kamu mengukur sejauh apa sebuah kota menandai dirinya sendiri (dengan menghimpun nama jalan, rumah makan, perkantoran, taman, tangsi militer, dll, dsb ke dalam sebuah peta) sehingga boleh dimengerti orang baru. 

Dengan menandai diri seperti itu (seperti lewat Google Map), kota yang baru bisa segera masuk ke dalam imajinasimu. Ruang dan petunjuk-petunjuknya kini lebih tersedia. Sebagai orang baru, kamu jadi tidak harus bertanya-tanya terlalu sering. Sebagai orang lama, lihatlah jika teknologi telah membuatmu, seharusnya, belajar bersikap selow-selow saja bukan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun