Saya harus melewati beberapa pengulangan adegan. Beberapa kali pengambilan gambar, berpindah lokasi termasuk menunggu cahaya matahari muncul seperti yang diinginkan si sutradara. Kami bekerja dari pagi hingga menjelang senja. Sehari yang membosankan dan baru terbayarkan sesudah melihat filmnya rampung.Â
Saya terus ingat, pernah secara tak sengaja bertemu Jelita Septriasa yang sedang shooting sinetron di lokasi bumi perkemahan Cibubur.Â
Waktu itu, dia bertanya di mana toilet yang bisa digunakan. Saya menunjukan sebuah rute ke sana dan seorang kawan yang sedang bersama saat itu tiba-tiba berbisik janggal, "Itu bukannya artis ya?"
Yaelaaagh!!
Ada banyak orang, ada banyak peralatan dan suara-suara yang memberi komando. Rombongan yang menciptakan dunia sendiri di tengah dunia yang sehari-hari dipenuhi orang-orang yang sedang berjualan, pengunjung bumi perkemahan serta rombongan monyet yang cerdik.Â
Ada kerja bagai kuda untuk harga yang menjulang tinggi kepada mereka yang disebut artis. Yang memenuhi jagad selebritas dan sumber dari pemberitaan yang dinanti-nanti masyarakat fans.Â
Ada tuntutan dan pemenuhan standar yang harus selalu dipertahankan demi kehadiran yang lebih bertahan lama. Sedang kita tahu, di belahan dunia lain, hidup yang bekerja bagai kuda ala industri hiburan memelihara depresi dan kehendak bunuh diri. Tak sebatas pelarian hidup kepada narkotika dan obat-obat terlarang.Â
Kita terus sadar, ada manusia yang kehilangan dirinya. Manusia yang tidak lagi mampu selalu tampil seperti citra yang dibentuk oleh pemberitaan. Ada hidup megah nan mewah yang diam-diam menyembunyikan tragedi anak manusia.Â
Nunung, atau Doyok, atau Tessy mungkin segelintir komedian yang sedang berada di depan situasi yang "tidak boleh kalah karena usia dan persaingan". Para komedian yang juga mungkin kehilangan kendali pada diri di tengah industri selebritas yang memerintahkan segala sesuatu harus terlihat siap bekerja dengan sempurna dan kapan saja.
Barangkali begitu, kawan.Â
Eh, kamu tahu kan siapa Jelita Septriasa yang pernah mendapat bayaran 180 juta sekali main film?