Thanos memang sejak awal adalah pemilik sejarah kalah.Â
Thanos akhirnya memilih berkebun sesudah menuntaskan takdir mengembalikan keseimbangan populasi. Seperti seorang pensiunan saja. Ia tampak lelah dan tidak memiliki perencanaan apa-apa.
Sosok yang berasal dari Titan ini memang awam dengan konsep kolaborasi. Paska-Infinity War yang massif dan brutal di bumi, Thanos makin terbaca payah dan kesepian. Ketika dirinya ditemukan sedang berada dalam sebuah gubuk kayu, kapak Thor tidak membutuhkan adu kesaktian terlalu lama demi sekadar memenggalnya.
Kapak Thor yang memisahkan kepala Thanos adalah pembuktian sederhana bahwa dalam karakter seperti ini, hidup egoisme perusak dengan visi yang sepintas mesianik: menyelamatkan kehidupan dari tekanan populasi dan de-ekologisasi. Padahal, seiring dengan kerusakan-kerusakan yang ditimbulkannya, semuanya akan tampak sebagai daftar omong kosong belaka.
Mengapa bisa?
Sejak awal, Thanos memang telah menumbalkan kasih sayang dalam dirinya. Dia menumbalkan Gamora dan Nebula. Dia tidak memiliki visi bagaimana dunia dipulihkan dengan cinta, kerjasama dan perdamaian. Kemajuan sains dan teknologi, di tangannya, benar-benar tampil sebagai pemuas dari kepentingan kontrol atas alam dan populasi.
Ini problem pertama dari kehendak Thanos memulihkan dunia.Â
Sejarah kebangkitan memang sering didorong oleh ancaman pemusnahan tapi Thanos "Si Pengendali Batu" lupa bahwa selalu ada "Creative Minority" bersama sekumpulan Silent Majority yang bertahan melewati setiap ongkos dari usaha menuju kebangkitan baru. Silent Majority: orang-orang kecil di tengah krisis dan perubahan besar.Â
Maka simpulkan saja Thanos, kehendak yang sakit dengan pikiran yang berbahaya!
Tetapi, bumi terlanjur rusak, hanya dihuni segelintir manusia, ngapain membicarakan Thanos? Hidup adalah soal di sini dan kini, mylop!