Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

"Shazam", Rasa Sakit Bocah atau Asal-usul Dosa Orang Dewasa

7 April 2019   10:26 Diperbarui: 9 April 2019   08:35 1021
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Shazam! | Sumber: uhdpixel.com

Maka boleh dikata dalam tubuh Billy yang menjadi simbol dari kekuatan baik dan Thaddeus sebagai simbol jahatnya, ada luka dan rasa sakit dari masa kecil yang sedang bergulat. Semacam semesta kegetiran hidup yang menjadi motif dari kehendak untuk melampaui atau bahkan menjadi sejenis penjara dari kemerosotan diri yang terus mengerikan. 

Ya, kita sedang membicarakan ihwal yang eksistensial dalam kekonyolan Shazam. 

Yakni tentang bagaimana rasa sakit anak-anak dan kehidupan keluarga kehilangan kehangatan sebagai pabrik dari kejahatan. Dengan bahasa yang lain, menyelami Shazam! adalah meniti jiwa anak-anak yang terluka dan mengapa dosa adalah buah dari kehendak dekaden yang memenjara hidup orang dewasa.

Inilah, bagi saya, inti nilai yang mengikat kehadiran Shazam!

Inti ketegangan yang membuat suasana percakapan makan bersama di meja makan pada bagian terakhir film dimana Billy mengajukan tangannya dan memimpin doa terasa mengharukan. Atau ketika Thaddeus mengungkapkan rasa sakitnya yang tertimbun dalam senyap bertahun-tahun lama sebelum membantai ayah dan abang yang selalu menyepelekannya sama mengharukannya.

Keduanya hanyalah wakil dari dunia anak-anak yang kehilangan kehangatan kasih keluarga. 

Keempat, walau dipenuhi adegan perkelahian yang khas pahlawan super, Shazam tidak membangun sebuah semesta yang sedang krisis. Tidak membawa pikiran ke dalam ide usang perihal penyelamatan umat manusia. Karenanya tidak ada kejenuhan yang berulang dari ide dasar yang justru telah demikian lama membuat narasi pahlawan super mati sejak dalam pikiran!

Sepanjang film, saya hanya merasakan dua hal. Tertawa dan ikut sedih dengan riwayat pahit anak-anak dalam tubuh Thaddeus dan Billy. Akting Zachari Levi juga bekerja cukup baik menghidupi karakter Shazam. Pun dengan Mark Strong, sebagai Thaddeus Sivana, ia cukup mulus menampilkan figur yang terluka dan penuh dendam. 

Selebihnya, saya kira, adalah drama keluarga yang mengingatkan tentang pentingnya kehidupan keluarga atau masyarakat yang hangat bagi tumbuh kembang anak-anak. Kehidupan hangat yang melindungi anak-anak dari kekerasan, pengucilan, perundungan dan trauma yang tumbuh diam-diam menjadi dendam. 

Mungkin karena itu ia dirasa pantas mendapat rating 7,8 di laman IMDb. 

***
Sumber yang digunakan dalam tulisan ini bisa dibaca di idntimes.com dan ASUMSI.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun