Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Ziarah Ingatan ke Batavia, Sebuah Cerita

22 Februari 2019   14:22 Diperbarui: 22 Februari 2019   23:15 428
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Stasiun Kereta Cikini | Dok.Pribadi

**

Tugu Kujang Dok.Pribadi
Tugu Kujang Dok.Pribadi
Tiga pagi kemarin, saya bangun sebelum irama kendaraan ramai dan udara terasa perih di lubang hidup. Kemudian pergi ke sekitaran kompleks istana dan berlari mengitarinya sejauh 4 kilometer. 

Saya menjumpai orang-orang sepuh yang berjalan pagi dan hanya sedikit anak muda yang berlari keliling kompleks istana. Saya melihat hidup yang bekerja dan hidup yang sedang menuju masa istirahat. Waktu seperti tak memiliki jeda, masa tua dan muda hanya soal menjadi apa dan menikmati sesudahnya. Barangkali.

Tiba-tiba saja, wilayah yang bernama kolonial Buitenzorg bersama Batavia tumbuh bersama cerita-cerita tentang orang-orang daerah yang bergulat demi sesuatu yang disebut berhasil. Demi masuk ke dalam daftar orang-orang yang berhasil menaklukan sebuah pusat. Demi menjadi orang-orang yang menasional atau bahkan meng-internasional, yang berangkat dari segala macam keterbatasan dan jalan ksatrianya" sendiri-sendiri.

Orang-orang yang ingin terlibat dalam perbuatan nyata, memiliki karya. Bukan jenis ongkang-ongkang kaki! 

Saya mungkin pernah salah memahami ambisi sejenis ini di masa lalu. Seketika saya menemukan diri sendiri mungkin lebih luwes dan rileks. Selow,selow bae...

Saya terus rindu pada sebuah pinggiran yang mengajarkan hari-hari yang sederhana dan berbagi dengan gembira. Ada sungai dan hutan yang sesekali dihiasi koloni Bekantan yang sedang asik makan. Memang masih ada jejak dus Indomie, ikan Sardin kalengan dan negara yang masih saja kesulitan hadir mengurangi ketimpangan. 

Saya terkenang kawan-kawan saya dan beberapa orang tua yang dipelihara nostalgia zaman perburuan kayu. Beberapa ingin bebas darinya, sedang berusaha pindah ruang, tapi beberapa memilih bungkam dengan kenangan-kenangannya.

Sungguh-sungguh ziarah ingatan yang akhirnya mengejutkan saya. 

Waktu mungkin terasa sekilas saja, tapi makna tumbuh melampauinya. 

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun