Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Kekalahan Juventus dalam Dua Inkonsistensi

21 Februari 2019   09:10 Diperbarui: 21 Februari 2019   09:27 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dybala, dkk masih bisa membuat shot on goal alias menciptakan ancaman ke gawang Jan Oblak. Anak asuh Allegri sendiri lebih banyak menggunakan sisi kiri yang dihuni Alex Sandro kala menopang serangan, sebalik di sisi kanan, De Sciglio tampak lebih bertahan karena menghadapi Felipe yang gemar overlapping. 

Pertandingan sebenarnya berjalan imbang-imbang saja. Keduanya menampilkan tim dengan sistem bertahan yang jempolan. Gol Gimenez dan Godin baru hadir dari bola mati dan terjadi di babak kedua. Gol yang hanya bisa terjadi karena dua sebab.

We made mistakes in the second half: in Turin great match will be needed, we will not lose confidence - Max Allegri

Pertama, Juventus bermain dengan transisi sistem yang awalnya cukup mulus. Yakni dari formasi 4-3-3 yang segera bermutasi menjadi 4-5-1 saat ditekan. Terlebih di babak kedua.  

Di  45 menit pertama, kita masih melihat Mandzukic dan Dybala yang turun sampai ke tengah dan Ronaldo yang digantung untuk serangan balik. Kita juga masih menyaksikan aliran umpan pendek dari Pjanic yang ditemani Matuidi dan Bentancur. Sekali-kali, Bonucci melepas umpan-umpannya yang khas. Ronaldo pun beberapa kali menggiring bola dan dalam catatan whoscored.com, Ronaldo seorang diri yang mampu melepas 7 tembakan selain 7 dribbles. 

Di babak kedua, ketika Atletico makin agresif, Juventus seperti kehilangan fleksibilitasnya dalam bertahan dan menyerang. Tak ada lagi alur bola di tengah yang berusaha mencari celah dalam kepungan Griezmann, dkk. Dybala tak banyak berguna, tak ada aksi kreatif yang mampu dilakukan. Tegas kata, sistem 4-3-4 tak lagi mulus bermutasi. Inkonsisten!

Kedua, Chiellini, dkk seperti kehilangan jati diri tim dengan kualitas bertahan terulet di Eropa. Semacam ada kepanikan, terlebih ketika menghalau bola mati, yang dua di antaranya menjadi gol itu. Termasuk drama tidak perlu, yang khas Serie A. 

Pada proses terciptanya gol pertama, misalnya. Andai Leo Bonucci tidak pakai gaya kesakitan berlebih, ruang tembak Gimenez dari rebound tidak akan tercipta. Saat Leo berguling kesakitan, orang terakhir di depan Wojciech Szczsny justru Mandzukic! Hampir mirip kejadiannya dengan gol kedua dari Godin, lelaki Kroasia ini juga yang menghalau bola keluar kotak 16 sebelum disambut sepakan volley melewati hadangan Ronaldo. 

Maksud saya, jelas saja Ronaldo dan Mandzukic sama tidak memiliki refleks bertahan. Mereka mungkin bisa menghalau bola, bukan mengunci ruang bagi tembakan-sekurangnya menurut subyektifitas saya. Sama mengatakan jika kuartet back Chiellini-Bonucci,-Sandro-De Sciglio telah out of position. Hanya kepanikan yang bisa menciptakan kondisi seperti ini.

Walau begitu, memang secara umum kepanikan tersebut menjelaskan performa Juventus yang payah di babak kedua. Celakanya, itu berkembang dalam situasi dimana emak-emak metik juga tahu jika Simeone akan memerintahkan anak asuhnya bermain agresif. 

"Kalian harus bikin gol dengan cara apapun." Kira-kira begitu perintahnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun